February 8, 2006
Salaam Alaikum,
Pada saat tulisan ini saya buat, Indonesia telah
memasuki malam Asyura, malam 10 Muharam. Tidak peduli
apa mazhab anda, malam ini dan keesokan harinya
diperingati sebagai peristiwa paling menyedihkan dalam
sejarah Islam. Cucu kinasih Baginda Nabi Saaw, insan
yang senantiasa disebut Baginda sebagai anaknya
sendiri, Sayidina Husain As, syahid di dataran tandus
Karbala.
Malam ini 1300 tahun yang lalu, Pemuka Ahli Surga ini
mengumpulkan para sahabatnya di tenda yang muram yang
seakan tahu esok hari tragedi besar akan datang. Imam
sekali lagi menawarkan “pembebasan” kepada para
Sahabat dan Pengikutnya yang sejauh ini masih
bersamanya. Beliau menegaskan bahwa ia telah
melepaskan baiat mereka sebagai sahabat dan
pengikutnya yang dengan itu mereka dapat pergi
meninggalkan beliau sendiri. Beliau berkata bahwa
musuh mencarinya, bukan mereka, dan karenanya mereka
boleh pergi. Tapi apa kata mereka? Salah seorang
berkata, “Hai Putra Rasulullah (Yabna Rasulullah),
bagaimana mungkin kami dapat menjalani hidup sesudah
kematianmu? Demi Allah, sekiranya kami terbunuh di
medan pertempuran esok dan Allah menghidupkan kami
kembali, lalu kami terbunuh dan Allah menghidupkan
kami lagi; begitu seterusnya hingga ribuan kali, maka
hal itu jauh lebih baik daripada pergi meninggalkanmu
sendiri.”
Saya tidak punya cukup waktu untuk menulis panjang.
Kisah kepahlawanannya dan perjuangannya menegakkan
agama telah banyak ditulis orang. Sejarah telah
mencatat dan membukukannya dengan baik. Bagi anda yang
memiliki rasa ingin tahu (curiosity) yang besar telah
banyak informasi yang dapat anda akses lewat media
apapun. Satu saja kuncinya: kepedulian.
Hanya satu hal penting untuk saya kemukakan di sini.
Ingatlah sekiranya Husain tidak bangkit menentang
kezaliman Yazid, punahlah sudah Islam yang dibawa
Baginda Nabi. Atau kurang dari itu Islam yang sampai
kepada kita mungkin telah berubah begitu rupa sehingga
sekiranya Baginda hidup kembali beliau tidak akan
mengenalinya lagi. Ironis, kita harus berterima kasih
atas kematiannya. Kita bergembira dan bersedih,
tertawa dan menangis, bersyukur dan meratap: karena
tetap jayanya Islam dan karena gugurnya manusia mulia
ini. Pendeknya dia telah mengorbankan hidupnya agar
Islam yang sejati dapat hidup, bertahan dan tumbuh.
Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.
Here I am, and I am nothing. "I wonder at the arrogance of a haughty and vain person. Yesterday he was only a drop of semen and tomorrow he will turn into a corpse." (Imam Ali bin Abi Thalib a.s.)
Tuesday, July 10, 2007
Sunday, July 08, 2007
Re: [Al-Irfan] Wajah Rasul - Bagian 1
Wed Jun 27, 2007
1. Kemarahan Rasul
Alaikum Salam AQ,
Sekali lagi, marah Rasul itu sama halnya dengan marah Allah, tidak mengurangi kebesaran dan keagungannya. Sebagaimana kita bisa memahami Allah itu Ghafur al-Rahim, al-Rahman (Maha Pengampun, Mahakasih dan Mahasayang), Dia pun Syadid al-Iqab (Mahapedih Siksanya). Silakan simak Asmaul Husna-Nya. Di situ terkandung sifat-sifat-Nya yang menunjukkan kewelas-asihannya namun juga kekerasan dan ketegasan-Nya. Karena itu Allah mengajari kita untuk memiliki sikap dan sifat Khauf (cemas, pesimistic) dan Raja' (penuh harap, optimistic). Ketika kita berada dalam keputus-asaan karena kesalahan dan dosa yang kita perbuat, kita dalam keadaan khauf. Mati aku! Allah pasti akan mencemplungkan aku ke neraka yang paling pedih. Sia-sia saja aku bertobat dan berbuat baik sesudah ini. Saat itu Allah mengingatkan, “Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (Surah az-Zumar, ayat 53). Maka tumbuhlah kembali harapan (raja') dalam diri kita.
Sebaliknya, ketika kita merasa bahwa kitalah satu-satunya yang paling benar, ahli Surga, yang paling takwa, ujub, kibr dan takabur (arrogant) atau yang merasa "holier than thou", maka Allah mengingatkan:
Tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong. [16:23],
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. [31:18]
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang sombong lagi membanggakan diri. (QS An-Nisa': 36)
[76] Iblis berkata: "Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah".
[77] Allah berfirman: "Maka keluarlah kamu dari surga; sesungguhnya kamu adalah orang yang terkutuk,
[78] sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari pembalasan". [38:76-78]
Maka kita akan merasa cemas (khauf) dengan ancaman-ancaman Allah ini. Segera kita akan memperbaiki diri kita untuk menjadi rendah hati, humble. Pendeknya, seorang Muslim akan senantiasa berada dalam "mood swing": khauf dan raja'. Muslim tidak akan seperti Kaum Kristiani yang selalu merasa pasti masuk surga karena melihat Yesus dan Tuhan Bapak dalam wajah yang Maha Pengampun, Welas Asih. Mereka tidak mengenal khauf dan senantiasa penuh harap dan keyakinan (raja'). Sementara orang-orang Yahudi hanya melihat Yahwe sebagai Tuhan yang hanya menghukum dan keras siksa-Nya. Mereka melihat Tuhan hanya dari sisi marahnya semata. Mereka selalu dalam kecemasan (khauf) dan tidak pernah mengenal raja'.
Begitu pulalah Baginda Rasul. Beliau SAAW, sebagai wakil/khalifah Allah di muka bumi, TIDAK hanya berwajah dan bersikap lembut dan welas asih melainkan juga keras, tegas dan marah karena Allah. Sekiranya beliau hanya welas asih saja maka tak akan ada penegakkan hukum dan keadilan di muka bumi ini. Sikap marah dan tegas Baginda sama sekali tidak muncul dari dan buat kepentingan pribadinya. Kemarahan Nabi adalah kemarahan Allah. Kemarahan Fatimah adalah kemarahan Rasul, dan kemarahan Rasul adalah kemarahan Allah. Di pihak lain Rasul berkata, kerelaan Fatimah adalah kerelaan Rasul dan kerelaan Rasul adalah kerelaan Allah. Ini berarti untuk mencari ridha Allah, untuk tidak membuat Allah marah, maka kita HARUS berbuat sesuatu yang membuat Rasul ridha dan tidak marah. Untuk tidak membuat Rasul marah dan Ridha, kita TIDAK BOLEH membuat Fatimah marah. Kita harus membuatnya ridha. Fatimah (dan Ahlul Bait) adalah barometer keridaan dan kemarahan Allah. Inilah inti dari sabda Baginda SAAW, tidak ada hubungannya dengan kepentingan pribadi beliau. Sayang sekali kedua Syaikh itu telah membuat Fatimah marah, membuatnya tidak ridha. Artinya keduanya telah melakukan ketidak-adilan kepada Sayyidatun Nisa il 'Alamin ini.
Sebaliknya untuk hal-hal yang bisa dianggap sebagai kepentingan beliau, Sang Rasul sangatlah tegas. Beliau dengan tegas tidak memberikan pembantu dari tawanan perang kepada putri kinasihnya itu meski tahu tangan dan jari-jarinya melepuh karena menumbuk gandum sendiri. Beliau SAAW pun bersabda di hadapan khalayak ramai bahwa sekiranya Fatimah mencuri maka beliau sendirilah yang akan memotong tangannya. Beliau SANGAT mendahulukan kepentingan umat dan keadilan di atas keperluan diri dan keluarganya. Tidak ada istilah kolusi dan nepotisme buat Sang Nabi.
Wassalam,
Abdi M. Soeherman
1. Kemarahan Rasul
Alaikum Salam AQ,
Sekali lagi, marah Rasul itu sama halnya dengan marah Allah, tidak mengurangi kebesaran dan keagungannya. Sebagaimana kita bisa memahami Allah itu Ghafur al-Rahim, al-Rahman (Maha Pengampun, Mahakasih dan Mahasayang), Dia pun Syadid al-Iqab (Mahapedih Siksanya). Silakan simak Asmaul Husna-Nya. Di situ terkandung sifat-sifat-Nya yang menunjukkan kewelas-asihannya namun juga kekerasan dan ketegasan-Nya. Karena itu Allah mengajari kita untuk memiliki sikap dan sifat Khauf (cemas, pesimistic) dan Raja' (penuh harap, optimistic). Ketika kita berada dalam keputus-asaan karena kesalahan dan dosa yang kita perbuat, kita dalam keadaan khauf. Mati aku! Allah pasti akan mencemplungkan aku ke neraka yang paling pedih. Sia-sia saja aku bertobat dan berbuat baik sesudah ini. Saat itu Allah mengingatkan, “Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (Surah az-Zumar, ayat 53). Maka tumbuhlah kembali harapan (raja') dalam diri kita.
Sebaliknya, ketika kita merasa bahwa kitalah satu-satunya yang paling benar, ahli Surga, yang paling takwa, ujub, kibr dan takabur (arrogant) atau yang merasa "holier than thou", maka Allah mengingatkan:
Tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong. [16:23],
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. [31:18]
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang sombong lagi membanggakan diri. (QS An-Nisa': 36)
[76] Iblis berkata: "Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah".
[77] Allah berfirman: "Maka keluarlah kamu dari surga; sesungguhnya kamu adalah orang yang terkutuk,
[78] sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari pembalasan". [38:76-78]
Maka kita akan merasa cemas (khauf) dengan ancaman-ancaman Allah ini. Segera kita akan memperbaiki diri kita untuk menjadi rendah hati, humble. Pendeknya, seorang Muslim akan senantiasa berada dalam "mood swing": khauf dan raja'. Muslim tidak akan seperti Kaum Kristiani yang selalu merasa pasti masuk surga karena melihat Yesus dan Tuhan Bapak dalam wajah yang Maha Pengampun, Welas Asih. Mereka tidak mengenal khauf dan senantiasa penuh harap dan keyakinan (raja'). Sementara orang-orang Yahudi hanya melihat Yahwe sebagai Tuhan yang hanya menghukum dan keras siksa-Nya. Mereka melihat Tuhan hanya dari sisi marahnya semata. Mereka selalu dalam kecemasan (khauf) dan tidak pernah mengenal raja'.
Begitu pulalah Baginda Rasul. Beliau SAAW, sebagai wakil/khalifah Allah di muka bumi, TIDAK hanya berwajah dan bersikap lembut dan welas asih melainkan juga keras, tegas dan marah karena Allah. Sekiranya beliau hanya welas asih saja maka tak akan ada penegakkan hukum dan keadilan di muka bumi ini. Sikap marah dan tegas Baginda sama sekali tidak muncul dari dan buat kepentingan pribadinya. Kemarahan Nabi adalah kemarahan Allah. Kemarahan Fatimah adalah kemarahan Rasul, dan kemarahan Rasul adalah kemarahan Allah. Di pihak lain Rasul berkata, kerelaan Fatimah adalah kerelaan Rasul dan kerelaan Rasul adalah kerelaan Allah. Ini berarti untuk mencari ridha Allah, untuk tidak membuat Allah marah, maka kita HARUS berbuat sesuatu yang membuat Rasul ridha dan tidak marah. Untuk tidak membuat Rasul marah dan Ridha, kita TIDAK BOLEH membuat Fatimah marah. Kita harus membuatnya ridha. Fatimah (dan Ahlul Bait) adalah barometer keridaan dan kemarahan Allah. Inilah inti dari sabda Baginda SAAW, tidak ada hubungannya dengan kepentingan pribadi beliau. Sayang sekali kedua Syaikh itu telah membuat Fatimah marah, membuatnya tidak ridha. Artinya keduanya telah melakukan ketidak-adilan kepada Sayyidatun Nisa il 'Alamin ini.
Sebaliknya untuk hal-hal yang bisa dianggap sebagai kepentingan beliau, Sang Rasul sangatlah tegas. Beliau dengan tegas tidak memberikan pembantu dari tawanan perang kepada putri kinasihnya itu meski tahu tangan dan jari-jarinya melepuh karena menumbuk gandum sendiri. Beliau SAAW pun bersabda di hadapan khalayak ramai bahwa sekiranya Fatimah mencuri maka beliau sendirilah yang akan memotong tangannya. Beliau SANGAT mendahulukan kepentingan umat dan keadilan di atas keperluan diri dan keluarganya. Tidak ada istilah kolusi dan nepotisme buat Sang Nabi.
Wassalam,
Abdi M. Soeherman
Wednesday, June 20, 2007
Re: Isu poligami, Other Perspective; Sebuah Tanggapan
Re: Al-Irfan, 20 Juni 2007
Alaikum Salam,
Pertama, poligami itu bukan bagian dari aqidah. Yang termasuk aqidah adalah: Tauhid, Nubuwah (Kenabian) dan Qiamat. Mazhab lain memasukkan juga Imamah (Keimaman) dan Keadilan Ilahi. Aqidah itu dikelompokkan dalam Ushuluddin, Prinsip/Fondasi agama.
Poligami masuk dalam pembahasan Fiqh, yang merupakan Furu-uddin, cabang-cabang agama, di bawah bab muamalah.
Kedua, kita sepakat di sini bahwa poligami itu bagian atau disebutkan dalam Al-Quran. Tidak ada seorang pun di sini yang membantahnya. Tafsir yang dikutip Laith justru membahas tentang ayat-ayat itu. Kita pun tidak berpretensi atau berdalih seperti mereka yang apolojetik. Kita, setidaknya saya, tidak punya inferiority complex menghadapi Barat atau mereka yang anti Islam. Kita di sini berdiskusi untuk mendudukkan masalah pada tempatnya.
Ketiga, sesuatu yang disebutkan dalam Quran tidak berarti WAJIB dipraktekkan. Contoh: perbudakan. Quran mengizinkan anda memiliki budak; apakah itu berarti saat ini juga anda harus mempunyainya? Kalau jawabannya ya saya tidak akan menyalahkan anda sepenuhnya mengingat ada orang-orang yang secara keliru memahaminya; contohnya adalah apa yang dilakukan oleh majikan-majikan Saudi yang memperkosa TKW kita dengan dalih mereka budak. Tidak heran pemahaman Islam mereka pun begitu kering dan sangat ekstrim.
Karena Quran bersifat universal ia mesti mencakup segala zaman dan tempat. Pada era dimana Baginda Nabi SAAW diturunkan, poligami merupakan praktek normal dan lumrah. Pada saat itu memiliki 10 istri atau lebih bukanlah sebuah kekecualian. Pada masyarakat kesukuan yang peperangan merupakan bagian dari aktifitas sehari-hari hal seperti itu tak terhindarkan. Sebagaimana kebiasaan yang juga diterima oleh peradaban lain seperti Roma dan Persia, mereka yang kalah dalam peperangan tidak punya pilihan lain kecuali para lelakinya dibunuh dan para perempuannya dijadikan budak. Para budak ini bisa sedikit beruntung dengan diberikannya pembebasan namun tetap harus berbagi sebagai istri dengan puluhan perempuan lain dalam keluarga poligamis. Pada saat sang suami meninggal, mereka akan diwariskan kepada anak lelaki pewaris.
Rasul datang dengan perintah Allah bukan saja untuk membatasi jumlah perempuan yang dimadu menjadi empat melainkan juga memberi kesempatan kepada tawanan perang lelaki untuk menebus pembebasannya dengan mengajarkan baca tulis kepada anak-anak Muslim.
Tidak hanya membatasi poligami beliau bahkan menunjukkan kehidupan monogamisnya dengan Siti Khadijah AS. Hal yang sama juga ditunjukkan Saidina Ali KW bersama Siti Fatimah Az-Zahra AS. Dan inilah puncak kebahagiaan dan kejayaan rumah tangga Rasulullah SAAW dan Imam Ali KW karena sesudah wafatnya kedua Sayyidatun Nisa tersebut pernikahan poligami mereka lebih merupakan “transaksi” sosial dan politik tanpa mengorbankan prinsip keadilan.
Dari sini kita melihat bahwa Rasul dan Ahlul Baitnya mengajarkan bahwa kehidupan yang normal adalah kehidupan yang monogamis, terutama bila sang lelaki tidak dapat berlaku adil, dimana suami dan istri saling berbagi dan berjuang bersama dan menghadapi kesulitan dalam suka dan duka. Bandingkan dengan beberapa lelaki, termasuk para tokoh agama, yang membangun rumah tangganya dari nol dan setelah jaya sang suami “membalas” seluruh kebaikan dan dukungan sang istri dengan memberinya kawan baru: sang istri muda. Saya bahkan mendengar kisah tentang seorang istri yang bahu membahu membangun rumah tangganya dengan sang suami dan harus merelakan sang suami menikah lagi ketika dia mengalami sakit yang berat. Inikah yang anda maksud dengan membuat pahala besar buat istri? Terlalu sering kita membodohi diri kita sendiri dan perempuan-perempuan malang itu dengan dalih ini. Harap diketahui, urusan pahala itu terserah Allah. Sudah jelas sang istri yang dimadu akan memperoleh pahala dan anugrah Allah karena, menurut Nabi SAAW, doa orang yang dizalimi itu akan didengar dan dikabulkan-Nya. Sementara itu buat yang memadu, well, urusannya sepenuhnya berada di tangan-Nya, tergantung dari niatnya (innamal a’malu bin- niyyah), terutama bila dia tidak dapat berlaku adil.
Berkenaan dengan alasan “daripada selingkuh atau berzina” marilah kita berterus terang. Kita ini bukan anak-anak yang manja yang sedikit-sedikit main ancam. Kalau nggak dikasih mainan, nggak makan; kalau nggk diberi uang, nggak mau tidur. Orang disebut baligh dan dewasa bila dia mampu mengendalikan dirinya. Hidup ini ujian dan godaan dan sebesar-besarnya perjuangan adalah melawan dorongan hawa nafsu. Inilah jihad akbar. Ingat, sebagai makhluk materi manusia cenderung tidak pernah puas. Kata Rasul SAAW apabila dia diberi kekayaan satu gunung, dia akan meminta gunung yang kedua. Diberi yang kedua dia akan meminta yang ketiga, dan seterusnya hingga tanah membenam mulutnya (mati, dikubur). Tanyalah hati nurani ketika kita menginginkan perempuan yang kedua: apakah karena “emergency” atau demi memperoleh gunung yang kedua?
Dan jangan lupa manusia adalah makhluk yang pling handal dalam membuat pembenaran (justification). Selalu saja ada dua alasan/jawaban: yang sebenarnya dan tak terungkap (real motive) atau yang tersembunyi dan terungkap (hidden motive, vested interest). Alasan yang terungkap: daripada berzina, menolong perempuan lain, ratio perempuan terhadap lelaki lebih besar, etc. Alasan yang tak nampak: geulis euy, jatuh hati pada pandangan pertama, ingin variasi karena bosan dengan istri, etc. Marilah kita berterus terang.
Wallau a’lam,
Abdi M. Soeherman
Tulisan yang ditanggapi:
Assalamualaikum Wr. Wb.
Seringnya orang menyoroti masaalah polygami dari sudut pandang perlakuan tidak adil terhadap perempuan. Karena persoalan ini sering di usung oleh kelompok yang ingin menyerang akidah Islam dengan dalih kemerdekaan hak perempuan, Kenapa akidah? Suka tidak suka polygami dengan segala kondisinya tercantum di dalam Al-Quran sehingga bisa dibilang bahwa Polygami adalah bagian dari akidah Islam. Jadi lucu kalau ada seorang aktris yang berkerudung dan kelihatan Islami dengan lantang menyatakan tidak setuju polygami, karena dengan berkata demikian berarti dia tidak setuju Al-Quran atau menantang Allah, Naudzubillahi! Lebih tepat kalau dia bilang "saya tidak suka/mau di polygami dan minta cerai" beres. Toh Islam memudahkan urusan kawin dan cerai ini.
Apapun alasan Allah membolehkan polygami, hanya Allah yang paling tahu walaupu manusia sering berusaha mencari tahu dengan menghubungkan ini dan itu. Yang jelas Islam agama yang realistis dalam artian Allah mahfum dengan segala kekurangan manusia, tidak membebani dengan sesuatu persoalan yang diluar kemampuan manusia, selalu memberi jalan keluar. Juga realistis dalam artian apapun yang dilakukan manusia baik atau buruk akan ada ganjarannya di akhirat.
Ini berbeda dengan doktrin agama lain yang terpengaruhi romantisme (gaya Roma kali ya..) 'seorang berkorban mati untuk menanggung semua dosa umat manusia' atau romantisme sehidup semati gaya Romie and Juliet sehingga perkawinan cukup sekali (idealnya), tapi manusia dikarunia nafsu dan kehidupan perkawinan sering diwarnai dengan permasaalahan hidup, sehingga bila perkawinan mengalami kebuntuan gaya hidup perselingkuhan dan seks
bebas yang timbul. Kalau sudah begini manusia tak berbeda dengan binatang.
Tidak banyak orang yang melihat dari sisi bagaimana hukumannya atau seberapa besar dosanya atas perbuatan perselingkuhan dan seks bebas ini menurut agama Islam. Karena orang ngeri atau berusaha menghindar ketika disinggung mengenai sariah Islam.
Menurut Al-Quran:
The woman and the man guilty of adultery or fornication flog each of them with a hundred stripes: let not compassion move you in their case in a matter prescribed by Allah if ye believe in Allah and the Last Day: and let a party of the Believers witness their punishment. (Sura 24, An-Nur)
(Banyak pendapat ahli bahwa ayat ini lebih diperuntukkan pada yang belum nikah, bagi yang sudah menikah dirajam sampai mati)
Menurut Hadis Sahih Al-Bukhari:
Narrated Abu Huraira
A man came to Allah's Apostle while he was in the mosque, and he called him, saying, "O Allah's Apostle! I have committed illegal sexual intercourse." The Prophet turned his face to the other side, but that man repeated his statement four times, and after he bore witness against himself four times, the Prophet called him, saying, "Are you mad?" The man said, "No." The Prophet said, "Are you married?" The man said, "Yes." Then the Prophet said, "Take him away and stone him to death." Jabir bin 'Abdullah said: I was among the ones who participated in stoning him and we stoned him at the Musalla. When the stones troubled him, he fled, but we over took him at Al-Harra and stoned him to death.
Narrated Anas
I will narrate to you a narration which nobody will narrate to you after me. I heard that from the Prophet. I heard the Prophet saying, "The Hour will not be established" or said:
"From among the portents of the Hour is that the religious knowledge will be taken away (by the death of religious Scholars) and general ignorance (of religion) will appear; and the drinking of alcoholic drinks will be very common, and (open) illegal sexual intercourse will prevail, and men will decrease in number while women will increase so much so that, for fifty women there will only be one man to look after them."
Narrated Abdullah bin Masud
I said, "O Allah's Apostle! Which is the biggest sin?" He said, "To set up rivals to Allah by worshipping others though He alone has created you." I asked, "What is next?" He said, "To kill your child lest it should share your food." I asked, "What is next?" He said, "To commit illegal sexual intercourse with the wife of your neighbor."
Narrated Anas
I will narrate to you a narration which nobody will narrate to you after me. I heard that from the Prophet. I heard the Prophet saying, "The Hour will not be established" or said: "From among the portents of the Hour is that the religious knowledge will be taken away (by the death of religious Scholars) and general ignorance (of religion) will appear; and the drinking of alcoholic drinks will be very common, and (open) illegal sexual intercourse will prevail, and men will decrease in number while women will increase so much so that, for fifty women there will only be one man to look after them."
(Sampai saat ini statistik dunia masih menunjukan sex-ratio yang imbang http://en.wikipedia.org/wiki/Sex_ratio)
Karena tidak berlakunya hukum Islam, maka orang tidak mengambil serius apa akibat atau ancaman dari perzinahan
sehingga, ketika seseorang memilih hidup berpolygami dengan alasan menghindari zinah, orang dengan enteng berkata "alasan klasik". Lebih bijaksana kalau kita tidak buru-buru menjudge seseorang yang berpolygami, apapun alasannya akan dia pertanggung jawabkan dihadapan Allah SWT.
Buat kaum istri, Masya Allah pahalanya besar karena telah menghindarkan sang suami dari melakukan dosa besar dan bila masih mencintai suami dan keluarga walaupun diperlakukan tidak adil Insya Allah pengorbanannya juga akan mendapat ganjaran dari Allah SWT.
Maafkan bila ada kekurangan/kesalahan karena keterbatasan pemahaman saya, kebenaran hanya milik Allah SWT. Sedikit yang saya tahu sedikit pula yang saya bisa sampaikan.
Wassalamualaikum
Jq
Alaikum Salam,
Pertama, poligami itu bukan bagian dari aqidah. Yang termasuk aqidah adalah: Tauhid, Nubuwah (Kenabian) dan Qiamat. Mazhab lain memasukkan juga Imamah (Keimaman) dan Keadilan Ilahi. Aqidah itu dikelompokkan dalam Ushuluddin, Prinsip/Fondasi agama.
Poligami masuk dalam pembahasan Fiqh, yang merupakan Furu-uddin, cabang-cabang agama, di bawah bab muamalah.
Kedua, kita sepakat di sini bahwa poligami itu bagian atau disebutkan dalam Al-Quran. Tidak ada seorang pun di sini yang membantahnya. Tafsir yang dikutip Laith justru membahas tentang ayat-ayat itu. Kita pun tidak berpretensi atau berdalih seperti mereka yang apolojetik. Kita, setidaknya saya, tidak punya inferiority complex menghadapi Barat atau mereka yang anti Islam. Kita di sini berdiskusi untuk mendudukkan masalah pada tempatnya.
Ketiga, sesuatu yang disebutkan dalam Quran tidak berarti WAJIB dipraktekkan. Contoh: perbudakan. Quran mengizinkan anda memiliki budak; apakah itu berarti saat ini juga anda harus mempunyainya? Kalau jawabannya ya saya tidak akan menyalahkan anda sepenuhnya mengingat ada orang-orang yang secara keliru memahaminya; contohnya adalah apa yang dilakukan oleh majikan-majikan Saudi yang memperkosa TKW kita dengan dalih mereka budak. Tidak heran pemahaman Islam mereka pun begitu kering dan sangat ekstrim.
Karena Quran bersifat universal ia mesti mencakup segala zaman dan tempat. Pada era dimana Baginda Nabi SAAW diturunkan, poligami merupakan praktek normal dan lumrah. Pada saat itu memiliki 10 istri atau lebih bukanlah sebuah kekecualian. Pada masyarakat kesukuan yang peperangan merupakan bagian dari aktifitas sehari-hari hal seperti itu tak terhindarkan. Sebagaimana kebiasaan yang juga diterima oleh peradaban lain seperti Roma dan Persia, mereka yang kalah dalam peperangan tidak punya pilihan lain kecuali para lelakinya dibunuh dan para perempuannya dijadikan budak. Para budak ini bisa sedikit beruntung dengan diberikannya pembebasan namun tetap harus berbagi sebagai istri dengan puluhan perempuan lain dalam keluarga poligamis. Pada saat sang suami meninggal, mereka akan diwariskan kepada anak lelaki pewaris.
Rasul datang dengan perintah Allah bukan saja untuk membatasi jumlah perempuan yang dimadu menjadi empat melainkan juga memberi kesempatan kepada tawanan perang lelaki untuk menebus pembebasannya dengan mengajarkan baca tulis kepada anak-anak Muslim.
Tidak hanya membatasi poligami beliau bahkan menunjukkan kehidupan monogamisnya dengan Siti Khadijah AS. Hal yang sama juga ditunjukkan Saidina Ali KW bersama Siti Fatimah Az-Zahra AS. Dan inilah puncak kebahagiaan dan kejayaan rumah tangga Rasulullah SAAW dan Imam Ali KW karena sesudah wafatnya kedua Sayyidatun Nisa tersebut pernikahan poligami mereka lebih merupakan “transaksi” sosial dan politik tanpa mengorbankan prinsip keadilan.
Dari sini kita melihat bahwa Rasul dan Ahlul Baitnya mengajarkan bahwa kehidupan yang normal adalah kehidupan yang monogamis, terutama bila sang lelaki tidak dapat berlaku adil, dimana suami dan istri saling berbagi dan berjuang bersama dan menghadapi kesulitan dalam suka dan duka. Bandingkan dengan beberapa lelaki, termasuk para tokoh agama, yang membangun rumah tangganya dari nol dan setelah jaya sang suami “membalas” seluruh kebaikan dan dukungan sang istri dengan memberinya kawan baru: sang istri muda. Saya bahkan mendengar kisah tentang seorang istri yang bahu membahu membangun rumah tangganya dengan sang suami dan harus merelakan sang suami menikah lagi ketika dia mengalami sakit yang berat. Inikah yang anda maksud dengan membuat pahala besar buat istri? Terlalu sering kita membodohi diri kita sendiri dan perempuan-perempuan malang itu dengan dalih ini. Harap diketahui, urusan pahala itu terserah Allah. Sudah jelas sang istri yang dimadu akan memperoleh pahala dan anugrah Allah karena, menurut Nabi SAAW, doa orang yang dizalimi itu akan didengar dan dikabulkan-Nya. Sementara itu buat yang memadu, well, urusannya sepenuhnya berada di tangan-Nya, tergantung dari niatnya (innamal a’malu bin- niyyah), terutama bila dia tidak dapat berlaku adil.
Berkenaan dengan alasan “daripada selingkuh atau berzina” marilah kita berterus terang. Kita ini bukan anak-anak yang manja yang sedikit-sedikit main ancam. Kalau nggak dikasih mainan, nggak makan; kalau nggk diberi uang, nggak mau tidur. Orang disebut baligh dan dewasa bila dia mampu mengendalikan dirinya. Hidup ini ujian dan godaan dan sebesar-besarnya perjuangan adalah melawan dorongan hawa nafsu. Inilah jihad akbar. Ingat, sebagai makhluk materi manusia cenderung tidak pernah puas. Kata Rasul SAAW apabila dia diberi kekayaan satu gunung, dia akan meminta gunung yang kedua. Diberi yang kedua dia akan meminta yang ketiga, dan seterusnya hingga tanah membenam mulutnya (mati, dikubur). Tanyalah hati nurani ketika kita menginginkan perempuan yang kedua: apakah karena “emergency” atau demi memperoleh gunung yang kedua?
Dan jangan lupa manusia adalah makhluk yang pling handal dalam membuat pembenaran (justification). Selalu saja ada dua alasan/jawaban: yang sebenarnya dan tak terungkap (real motive) atau yang tersembunyi dan terungkap (hidden motive, vested interest). Alasan yang terungkap: daripada berzina, menolong perempuan lain, ratio perempuan terhadap lelaki lebih besar, etc. Alasan yang tak nampak: geulis euy, jatuh hati pada pandangan pertama, ingin variasi karena bosan dengan istri, etc. Marilah kita berterus terang.
Wallau a’lam,
Abdi M. Soeherman
Tulisan yang ditanggapi:
Assalamualaikum Wr. Wb.
Seringnya orang menyoroti masaalah polygami dari sudut pandang perlakuan tidak adil terhadap perempuan. Karena persoalan ini sering di usung oleh kelompok yang ingin menyerang akidah Islam dengan dalih kemerdekaan hak perempuan, Kenapa akidah? Suka tidak suka polygami dengan segala kondisinya tercantum di dalam Al-Quran sehingga bisa dibilang bahwa Polygami adalah bagian dari akidah Islam. Jadi lucu kalau ada seorang aktris yang berkerudung dan kelihatan Islami dengan lantang menyatakan tidak setuju polygami, karena dengan berkata demikian berarti dia tidak setuju Al-Quran atau menantang Allah, Naudzubillahi! Lebih tepat kalau dia bilang "saya tidak suka/mau di polygami dan minta cerai" beres. Toh Islam memudahkan urusan kawin dan cerai ini.
Apapun alasan Allah membolehkan polygami, hanya Allah yang paling tahu walaupu manusia sering berusaha mencari tahu dengan menghubungkan ini dan itu. Yang jelas Islam agama yang realistis dalam artian Allah mahfum dengan segala kekurangan manusia, tidak membebani dengan sesuatu persoalan yang diluar kemampuan manusia, selalu memberi jalan keluar. Juga realistis dalam artian apapun yang dilakukan manusia baik atau buruk akan ada ganjarannya di akhirat.
Ini berbeda dengan doktrin agama lain yang terpengaruhi romantisme (gaya Roma kali ya..) 'seorang berkorban mati untuk menanggung semua dosa umat manusia' atau romantisme sehidup semati gaya Romie and Juliet sehingga perkawinan cukup sekali (idealnya), tapi manusia dikarunia nafsu dan kehidupan perkawinan sering diwarnai dengan permasaalahan hidup, sehingga bila perkawinan mengalami kebuntuan gaya hidup perselingkuhan dan seks
bebas yang timbul. Kalau sudah begini manusia tak berbeda dengan binatang.
Tidak banyak orang yang melihat dari sisi bagaimana hukumannya atau seberapa besar dosanya atas perbuatan perselingkuhan dan seks bebas ini menurut agama Islam. Karena orang ngeri atau berusaha menghindar ketika disinggung mengenai sariah Islam.
Menurut Al-Quran:
The woman and the man guilty of adultery or fornication flog each of them with a hundred stripes: let not compassion move you in their case in a matter prescribed by Allah if ye believe in Allah and the Last Day: and let a party of the Believers witness their punishment. (Sura 24, An-Nur)
(Banyak pendapat ahli bahwa ayat ini lebih diperuntukkan pada yang belum nikah, bagi yang sudah menikah dirajam sampai mati)
Menurut Hadis Sahih Al-Bukhari:
Narrated Abu Huraira
A man came to Allah's Apostle while he was in the mosque, and he called him, saying, "O Allah's Apostle! I have committed illegal sexual intercourse." The Prophet turned his face to the other side, but that man repeated his statement four times, and after he bore witness against himself four times, the Prophet called him, saying, "Are you mad?" The man said, "No." The Prophet said, "Are you married?" The man said, "Yes." Then the Prophet said, "Take him away and stone him to death." Jabir bin 'Abdullah said: I was among the ones who participated in stoning him and we stoned him at the Musalla. When the stones troubled him, he fled, but we over took him at Al-Harra and stoned him to death.
Narrated Anas
I will narrate to you a narration which nobody will narrate to you after me. I heard that from the Prophet. I heard the Prophet saying, "The Hour will not be established" or said:
"From among the portents of the Hour is that the religious knowledge will be taken away (by the death of religious Scholars) and general ignorance (of religion) will appear; and the drinking of alcoholic drinks will be very common, and (open) illegal sexual intercourse will prevail, and men will decrease in number while women will increase so much so that, for fifty women there will only be one man to look after them."
Narrated Abdullah bin Masud
I said, "O Allah's Apostle! Which is the biggest sin?" He said, "To set up rivals to Allah by worshipping others though He alone has created you." I asked, "What is next?" He said, "To kill your child lest it should share your food." I asked, "What is next?" He said, "To commit illegal sexual intercourse with the wife of your neighbor."
Narrated Anas
I will narrate to you a narration which nobody will narrate to you after me. I heard that from the Prophet. I heard the Prophet saying, "The Hour will not be established" or said: "From among the portents of the Hour is that the religious knowledge will be taken away (by the death of religious Scholars) and general ignorance (of religion) will appear; and the drinking of alcoholic drinks will be very common, and (open) illegal sexual intercourse will prevail, and men will decrease in number while women will increase so much so that, for fifty women there will only be one man to look after them."
(Sampai saat ini statistik dunia masih menunjukan sex-ratio yang imbang http://en.wikipedia.org/wiki/Sex_ratio)
Karena tidak berlakunya hukum Islam, maka orang tidak mengambil serius apa akibat atau ancaman dari perzinahan
sehingga, ketika seseorang memilih hidup berpolygami dengan alasan menghindari zinah, orang dengan enteng berkata "alasan klasik". Lebih bijaksana kalau kita tidak buru-buru menjudge seseorang yang berpolygami, apapun alasannya akan dia pertanggung jawabkan dihadapan Allah SWT.
Buat kaum istri, Masya Allah pahalanya besar karena telah menghindarkan sang suami dari melakukan dosa besar dan bila masih mencintai suami dan keluarga walaupun diperlakukan tidak adil Insya Allah pengorbanannya juga akan mendapat ganjaran dari Allah SWT.
Maafkan bila ada kekurangan/kesalahan karena keterbatasan pemahaman saya, kebenaran hanya milik Allah SWT. Sedikit yang saya tahu sedikit pula yang saya bisa sampaikan.
Wassalamualaikum
Jq
Wednesday, June 13, 2007
The True Face of Islam
March 19, 2001
Despite its violent image in the West, the religion is a balm to
millions in an otherwise cruel and crowded world. Witness
Egypt
By Zachary Karabell
NEWSWEEK INTERNATIONAL
March 19 issue - Islam may be one of the world's
most important religions, but in the West, at
least, it has an image problem. Hizbullah in
Lebanon, Hamas in the West Bank,
fundamentalist violence in Indonesia, the
"mullocracy" of Iran, all are seen as
representative of the rage that is Islam. That, in
fact, was the main thrust of a Feb. 19 piece in
NEWSWEEK on Osama bin Laden and the new
wave of Islamic terrorist groups.
YET THESE GROUPS no more represent Islam than
the Branch Davidians of Waco, Texas, represented
Christianity or the Aum Shinrikyo represented Japanese
spirituality. Islam is a religion held dear by nearly a billion
people, and it shouldn't surprise us that there are more than
a handful of extremists. But on a recent trip to Egypt, I
found little evidence of them. Yes, a few marginal cells of
violent radicals still exist, despite the draconian efforts of
Hosni Mubarak's secret police. But for tens of millions of
Egyptians, Islam is an oasis of calm.
Egypt's population is fast approaching 70 million, and
with a growth rate just under 2 percent annually,
overpopulation is a very real problem. Cairo has one of the
highest population densities on the planet, and the rest of
Egypt's minimal amount of arable land is quickly becoming
saturated with people and unchecked growth. The
government subsidizes food and housing, which is a small
blessing, but jobs are scarce, early mortality looms and the
international economy seems to be passing Egypt by.
In this dreary context, Islam is a balm and a salve. The
hour-and-a-half drive from Cairo to the industrial port city
of Suez is dusty and ugly, festooned with debris and
billboards. But it is at least broken up by the names of God
lining the median. In Islam, God is said to have 99 names,
which include "The Compassionate" and "The Merciful,"
and they are posted, every 100 yards, all the way from
Cairo to Suez. My driver was quick to point this out, and
we spent the better part of the ride listing the names and
negotiating the fare. I had met him early that morning, and
he had been 10 minutes late because of prayer, which he
performed in the hotel's coat room with several of the
bellhops.
I took a bus from Suez to the canal city of Ismailia.
The bus was an old, creaky box stuffed full of people. But
for the first half hour, there was a preternatural calm as
everyone sat quietly and listened to a tape of a mellifluous
Quran reciter, as pure and simple as Gregorian chant. At
every juncture, Islam in Egypt defies our stereotypes. The
al-Azhar mosque and university in central Cairo is one of
the most conservative bastions of Islam in Egypt. Recently
the sheik of al-Azhar condemned the writings of a number
of authors, and the government has not stood in the way of
several of these being brought to trial. The sheik of
al-Azhar, like all clerics in Egypt, is a government employee
and receives a stipend from the state. But inside the mosque
itself, you would never guess that this is a center of Islamic
intolerance. The sheiks are friendly, and if you speak a little
Arabic, they will happily talk about the architecture,
renovations and history of the place. They are not interested
in proselytizing, and when I told them I was from America,
they smiled and said simply, "You are welcome."
For most Egyptians, Islam is intensely personal. Like
many American Protestants, Muslims tend to emphasize the
relationship between each individual and God, without
intermediaries. In a world of sprawling prefab concrete
housing projects, with high unemployment, an indifferent and
occasionally brutal government, Islam is part of the warp
and woof that maintains community and gives people some
sense that life has meaning.
There are those who would say that all this proves is that Islam
is an opiate for the masses, but who are we to say? Islam may not
solve the more intractable problems, and in soothing the
dislocations it may even make some things
worse. But then again, if you go to the Citadel in
Cairo on a Friday, as I did, you can stand, perched above
the city with the mosque of Muhammad Ali at your back,
and you can peek above the torrential smog that envelops
the city of 12 million people, and you can just make out the
Pyramids in the distance. You can listen, not to the sound of
cars or factories, but to the call to prayer, sounded
throughout the city, reminding all listeners of God's
compassion and mercy. It is a haunting symphony, and
juxtaposed with the devastation of overpopulation and
stagnant growth, it allows you to close your eyes and feel, at
least for a few moments, that all is well with the world.
Karabell is the author of "A Visionary Nation: Four
Centuries of American Dreams and What Lies Ahead,"
to be published by HarperCollins
(c) 2001 Newsweek, Inc.
Despite its violent image in the West, the religion is a balm to
millions in an otherwise cruel and crowded world. Witness
Egypt
By Zachary Karabell
NEWSWEEK INTERNATIONAL
March 19 issue - Islam may be one of the world's
most important religions, but in the West, at
least, it has an image problem. Hizbullah in
Lebanon, Hamas in the West Bank,
fundamentalist violence in Indonesia, the
"mullocracy" of Iran, all are seen as
representative of the rage that is Islam. That, in
fact, was the main thrust of a Feb. 19 piece in
NEWSWEEK on Osama bin Laden and the new
wave of Islamic terrorist groups.
YET THESE GROUPS no more represent Islam than
the Branch Davidians of Waco, Texas, represented
Christianity or the Aum Shinrikyo represented Japanese
spirituality. Islam is a religion held dear by nearly a billion
people, and it shouldn't surprise us that there are more than
a handful of extremists. But on a recent trip to Egypt, I
found little evidence of them. Yes, a few marginal cells of
violent radicals still exist, despite the draconian efforts of
Hosni Mubarak's secret police. But for tens of millions of
Egyptians, Islam is an oasis of calm.
Egypt's population is fast approaching 70 million, and
with a growth rate just under 2 percent annually,
overpopulation is a very real problem. Cairo has one of the
highest population densities on the planet, and the rest of
Egypt's minimal amount of arable land is quickly becoming
saturated with people and unchecked growth. The
government subsidizes food and housing, which is a small
blessing, but jobs are scarce, early mortality looms and the
international economy seems to be passing Egypt by.
In this dreary context, Islam is a balm and a salve. The
hour-and-a-half drive from Cairo to the industrial port city
of Suez is dusty and ugly, festooned with debris and
billboards. But it is at least broken up by the names of God
lining the median. In Islam, God is said to have 99 names,
which include "The Compassionate" and "The Merciful,"
and they are posted, every 100 yards, all the way from
Cairo to Suez. My driver was quick to point this out, and
we spent the better part of the ride listing the names and
negotiating the fare. I had met him early that morning, and
he had been 10 minutes late because of prayer, which he
performed in the hotel's coat room with several of the
bellhops.
I took a bus from Suez to the canal city of Ismailia.
The bus was an old, creaky box stuffed full of people. But
for the first half hour, there was a preternatural calm as
everyone sat quietly and listened to a tape of a mellifluous
Quran reciter, as pure and simple as Gregorian chant. At
every juncture, Islam in Egypt defies our stereotypes. The
al-Azhar mosque and university in central Cairo is one of
the most conservative bastions of Islam in Egypt. Recently
the sheik of al-Azhar condemned the writings of a number
of authors, and the government has not stood in the way of
several of these being brought to trial. The sheik of
al-Azhar, like all clerics in Egypt, is a government employee
and receives a stipend from the state. But inside the mosque
itself, you would never guess that this is a center of Islamic
intolerance. The sheiks are friendly, and if you speak a little
Arabic, they will happily talk about the architecture,
renovations and history of the place. They are not interested
in proselytizing, and when I told them I was from America,
they smiled and said simply, "You are welcome."
For most Egyptians, Islam is intensely personal. Like
many American Protestants, Muslims tend to emphasize the
relationship between each individual and God, without
intermediaries. In a world of sprawling prefab concrete
housing projects, with high unemployment, an indifferent and
occasionally brutal government, Islam is part of the warp
and woof that maintains community and gives people some
sense that life has meaning.
There are those who would say that all this proves is that Islam
is an opiate for the masses, but who are we to say? Islam may not
solve the more intractable problems, and in soothing the
dislocations it may even make some things
worse. But then again, if you go to the Citadel in
Cairo on a Friday, as I did, you can stand, perched above
the city with the mosque of Muhammad Ali at your back,
and you can peek above the torrential smog that envelops
the city of 12 million people, and you can just make out the
Pyramids in the distance. You can listen, not to the sound of
cars or factories, but to the call to prayer, sounded
throughout the city, reminding all listeners of God's
compassion and mercy. It is a haunting symphony, and
juxtaposed with the devastation of overpopulation and
stagnant growth, it allows you to close your eyes and feel, at
least for a few moments, that all is well with the world.
Karabell is the author of "A Visionary Nation: Four
Centuries of American Dreams and What Lies Ahead,"
to be published by HarperCollins
(c) 2001 Newsweek, Inc.
Kepemimpinan Didalam Keluarga, Sebuah Tanggapan
Re: [Al-Irfan] - 10 Juni 2000
Ini memang cliche (klise). Bukan hanya para mubaligh saja yang mendawamkan hal ini berulang-ulang, juga para mubalighat, seakan-akan ingin mempertegas `dominasi` laki2 kepada perempuan.
Kalau Anda pernah membaca satu tulisan Kang Jalal dalam Tempo beberapa waktu yang lalu mungkin Anda akan sadar bahwa selama ini kita sebetulnya menerima riwayat2 yang tidak sahih. Lebih menyedihkan lagi ini semua dinisbahkan kepada Rasulullah SAW, yang sangat menghormati perempuan, yang kehadirannya justru untuk memuliakan mereka setelah orang-orang Arab menghinakan mereka dengan mengubur mereka hidup-hidup saat lahir.
Ada banyak bukti bahwa riwayat2 yang menunjukkan `kelebihan` laki-laki itu di-`pelintir` dan dinterpretasikan sesuai dengan kepentingan laki-laki. Maklumlah mayoritas ulama laki-laki dan masyarakat Arab sangat patriarkal sebagaimana halnya kita. Beberapa hadis yang disebutkan di sini nyata-nyata tidak sahih secara matan (isi) dan rantai periwayatan. Contoh yang paling populer dan sering diulang-ulang adalah riwayat perempuan yang karena `taat`-nya kepada suami rela tidak mengunjungi ayahnya yang sakit bahkan kemudian sekadar untuk menghadiri pemakamannya. Seandainya Rasulullah masih hidup saat ini dan mendengar itu maka beliau akan sedih dan kecewa bagaimana mungkin misinya yang mulia untuk mengangkat harkat perempuan sekarang
diputarbalikkan begitu rupa bahkan oleh para pengikut dan ulama `shalih`nya.
Apakah ada diantara anda yang pernah mengetahui bagaimana Rasulullah memperlakukan istrinya begitu mulia, bahkan membantu pekerjaan dapur mereka, yang oleh sebagian muslim laki-laki `shalih` saat ini dianggap sebagai KEWAJIBAN istri. Adakah diantara Anda yang tahu bahwa bahkan untuk menyusui anak mereka sendiri pun Rasulullah memerintahkan suami MENGUPAH istrinya karena itu bukan KEWAJIBAN perempuan2/istri2. Bahkan Saidina Umar berkata tentang istrinya, setelah ia mengeluh karena kecerewetan istrinya, "aku tidak ingin menceraikan dia betapa pun dia menjengkelkan hatiku, ini karena aku tahu betapa berat bebannya membantu aku, membesarkan anak2ku, memelihara
harta dan rumahku, memasakkan buatku, dll, padahal itu bukan KEWAJIBAN
dia."
Nah sekarang kita yang bukan Umar dan, apalagi, Rasulullah tiba-tiba merasa menjadi lebih layak ditaati dan dilayani oleh perempuan karena kita laki-laki dan hanya setelah kita membaca satu dua riwayat dan ayat Quran yang dienterpretasikan oleh kelelakian kita. Apa yang harus kita katakan kepada Rasulullah nanti di Yaumil Mahsyar saat Rasul menanyakan kepada kita apakah kita sudah melaksanakan amanat beliau yang disampaikan saat haji wada, untuk merawat, menjaga dan menghormati perempuan`?
Ayat Quran yang mengatakan `al-rijalu qawwamuna alan Nisa` berarti `laki-laki adalah qawwam bagi perempuan`. Qawwam dalam pemahaman Arab yang sejati berarti pengayom, pelindung, perawat, penjaga. Itu sangat bersesuaian dengan amanat Nabi pada saat Haji Wada`nya. Lalu bagaimana mungkin tiba-tiba itu berarti `laki-laki (adalah) LEBIH UTAMA dari perempuan`. Tidakkah Anda tahu ayat lain, surat al-Ahzab most likely, yang mengatakan al `laki2 yang shalih, perempuan yang shalih, laki2 yang taat, perempuan yang taat, laki2 yang dermawan, perempuan yang dermawan ...etc.. semuanya mendapat ganjaran yang sama di sisi Allah`. Kalau Allah dan Rasul saja menyejajarkan perempuan dan laki2, bagaimana mungkin sekarang kaum muslim laki2, dan sebagian perempuan, menganggap laki2 lebih utama dari perempuan dan karena itu harus
lebih ditaati dp sebaliknya.
Wallahu a`lam bish-shawwab,
Wassalam,
AMS
Tulisan yang Ditanggapi:
Forwarded from hikmah@isnet.org
Assalamu'alaikum wr. wb.
Mutiara Shubuh : Jum'at, 09/06/00 (06 Rabiul Awwal 1421H)
Kepemimpinan Didalam Keluarga
A'udzubillahi minassyaithanirrajim, Bismillahirrahmanirrahim,
Akhir-akhir ini marak sekali polemik tentang kepemimpinan seorang wanita dalam suatu kelompok masyarakat. Dalam syariat Islam sudah jelas sekali digariskan aturan ini yang tentunya didasari atas kelebihan dari laki-laki atas wanita. Jadi setiap lelaki itu dituntut menjadi seorang pemimpin dikelompoknya setidak-tidaknya didalam keluarganya sendiri, yang memimpin terhadap istri dan anak-anaknya. Hal ini diatur dalam Al-Qur'an: "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebahagian dari harta
mereka. Sebab itu maka Wanita yang saleh, ialah yang ta'at kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta'atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar" (QS 4:34).
Terlihat garis komando yang jelas pada ayat diatas bahwa dalam suatu masyarakat yang dicontohkan dalam suatu keluarga bagaimana peranan seorang lelaki (suami) tehadap istrinya. Dia diwajibkan memimpin, membimbing dan mengarahkan garis-garis besar haluan keluarganya serta bertanggung jawab atas aktivitas seluruh anggota keluarganya kepada Allah swt baik didunia apalagi di akhirat. Rasulullah saw pernah bersabda: "Kamu sekalian adalah pemimpin,dan kamu sekalian ditanya tentang rakyatnya. Raja memimpin dan suami mempimpin pada keluarganya dan istri memimpin terhadap rumah tangga suaminya dan anak-anaknya. Maka kamu sekalian memimpin dan akan bertanggung jawab atas pimpinan terhadap rakyatnya" (HR Bukhari dan Muslim). Jadi sebagai seorang pemimpin hendaklah kita benar-benar memegang amanah kepemimpinan itu, tentu dengan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita. Bagaimana kita bisa memimpin jika kita tidak membekali diri kita sendiri dahulu karena seorang pemimpin itu adalah tauladan atau panutan bagi orang yang dipimpinnya. Jika pemimpinnya baik maka insya Allah yang dipimpin pun akan baik dan sebaliknya jika pemimpinnya bobrok, bagaimana mungkin akan menghasilkan bawahan yang baik tentu akan bobrok juga bahkan mungkin lebih bobrok dari orang yang ditauladaninya itu. Bak kata pepatah "Guru kencing berdiri, murid kencing berlari".
Dengan halnya wanita, juga dituntut keta'atannya kepada suaminya. Dia diwajibkan untuk menta'ati apa yang diinginkan oleh suaminya, tapi tentu selagi hal itu masih dalam garis keislaman. Bahkan Rasulullah saw pernah bersabda: "Andaikan saja dapat mennyuruh seseorang sujud kepada orang, niscaya saya suruh wanita sujud kepada
suaminya".
Jangankan hanya untuk keluar dari rumah suaminya, untuk puasa sunnah saja seorang istri itu haruslah dengan seijin suaminya. Hal ini digambarkan oleh suatu riwayat seorang sahabat yang meninggalkan istrinya untuk mencari nafkah, yang ketika itu salah satu orang tua si istri sakit keras. Saking ta'at si istri terhadap suaminya karena tidak sempat minta ijin menjenguk orang tuanya tersebut, maka hingga orang tunya tersebut terlanjur meninggal dunia tapi belum sempat dijenguknya, karena dia tidak mau meninggalkan rumahnya tanpa seijin suaminya. Beginilah profil seorang istri yang ta'at kepada suaminya dan tentu suaminya sangat meridhoi langkahnya dan tentu akan berlanjut dengan kerido'an Allah swt juga. Dan sangat pantaslah ganjaran
syurga bagi istri yang ta'at ini sebagaimana yang dijanjikan Rasulullah saw:
"Tiap istri yang mati dan diridhoi suaminya akan masuk syurga" (HR At-Tirmidzi dari Ummi Salamah ra. Memang tidak mudah untuk menjadi seorang tauladan dan membimbing
keluarganya ke jalan yang Islami, apalagi di jaman sekarang ini dimana kehidupan
duniawi telah mengglobal dan maksiat pun telah merajalela. Jadi dituntut suatu
ketekunan dan kesabaran yang ekstra untuk dapat mempertahankan keimanan dan ketaqwaan kita, apalagi keluarga yang kita pimpin. Jadi seyogyanyalah kita tekun dan sabar dalam melakukannya, karena rugilah kita kiranya setelah berdakwah tapi tidak sabar (QS 103:3), dan berusaha dan berda'wah itu tidaklah ada batasnya, apalagi dalam mencapai ridhonya Allah swt. Jika kita tekun (bersungguh-sungguh) insya Allah akan berhasil.
Wassalam
AZ
Ini memang cliche (klise). Bukan hanya para mubaligh saja yang mendawamkan hal ini berulang-ulang, juga para mubalighat, seakan-akan ingin mempertegas `dominasi` laki2 kepada perempuan.
Kalau Anda pernah membaca satu tulisan Kang Jalal dalam Tempo beberapa waktu yang lalu mungkin Anda akan sadar bahwa selama ini kita sebetulnya menerima riwayat2 yang tidak sahih. Lebih menyedihkan lagi ini semua dinisbahkan kepada Rasulullah SAW, yang sangat menghormati perempuan, yang kehadirannya justru untuk memuliakan mereka setelah orang-orang Arab menghinakan mereka dengan mengubur mereka hidup-hidup saat lahir.
Ada banyak bukti bahwa riwayat2 yang menunjukkan `kelebihan` laki-laki itu di-`pelintir` dan dinterpretasikan sesuai dengan kepentingan laki-laki. Maklumlah mayoritas ulama laki-laki dan masyarakat Arab sangat patriarkal sebagaimana halnya kita. Beberapa hadis yang disebutkan di sini nyata-nyata tidak sahih secara matan (isi) dan rantai periwayatan. Contoh yang paling populer dan sering diulang-ulang adalah riwayat perempuan yang karena `taat`-nya kepada suami rela tidak mengunjungi ayahnya yang sakit bahkan kemudian sekadar untuk menghadiri pemakamannya. Seandainya Rasulullah masih hidup saat ini dan mendengar itu maka beliau akan sedih dan kecewa bagaimana mungkin misinya yang mulia untuk mengangkat harkat perempuan sekarang
diputarbalikkan begitu rupa bahkan oleh para pengikut dan ulama `shalih`nya.
Apakah ada diantara anda yang pernah mengetahui bagaimana Rasulullah memperlakukan istrinya begitu mulia, bahkan membantu pekerjaan dapur mereka, yang oleh sebagian muslim laki-laki `shalih` saat ini dianggap sebagai KEWAJIBAN istri. Adakah diantara Anda yang tahu bahwa bahkan untuk menyusui anak mereka sendiri pun Rasulullah memerintahkan suami MENGUPAH istrinya karena itu bukan KEWAJIBAN perempuan2/istri2. Bahkan Saidina Umar berkata tentang istrinya, setelah ia mengeluh karena kecerewetan istrinya, "aku tidak ingin menceraikan dia betapa pun dia menjengkelkan hatiku, ini karena aku tahu betapa berat bebannya membantu aku, membesarkan anak2ku, memelihara
harta dan rumahku, memasakkan buatku, dll, padahal itu bukan KEWAJIBAN
dia."
Nah sekarang kita yang bukan Umar dan, apalagi, Rasulullah tiba-tiba merasa menjadi lebih layak ditaati dan dilayani oleh perempuan karena kita laki-laki dan hanya setelah kita membaca satu dua riwayat dan ayat Quran yang dienterpretasikan oleh kelelakian kita. Apa yang harus kita katakan kepada Rasulullah nanti di Yaumil Mahsyar saat Rasul menanyakan kepada kita apakah kita sudah melaksanakan amanat beliau yang disampaikan saat haji wada, untuk merawat, menjaga dan menghormati perempuan`?
Ayat Quran yang mengatakan `al-rijalu qawwamuna alan Nisa` berarti `laki-laki adalah qawwam bagi perempuan`. Qawwam dalam pemahaman Arab yang sejati berarti pengayom, pelindung, perawat, penjaga. Itu sangat bersesuaian dengan amanat Nabi pada saat Haji Wada`nya. Lalu bagaimana mungkin tiba-tiba itu berarti `laki-laki (adalah) LEBIH UTAMA dari perempuan`. Tidakkah Anda tahu ayat lain, surat al-Ahzab most likely, yang mengatakan al `laki2 yang shalih, perempuan yang shalih, laki2 yang taat, perempuan yang taat, laki2 yang dermawan, perempuan yang dermawan ...etc.. semuanya mendapat ganjaran yang sama di sisi Allah`. Kalau Allah dan Rasul saja menyejajarkan perempuan dan laki2, bagaimana mungkin sekarang kaum muslim laki2, dan sebagian perempuan, menganggap laki2 lebih utama dari perempuan dan karena itu harus
lebih ditaati dp sebaliknya.
Wallahu a`lam bish-shawwab,
Wassalam,
AMS
Tulisan yang Ditanggapi:
Forwarded from hikmah@isnet.org
Assalamu'alaikum wr. wb.
Mutiara Shubuh : Jum'at, 09/06/00 (06 Rabiul Awwal 1421H)
Kepemimpinan Didalam Keluarga
A'udzubillahi minassyaithanirrajim, Bismillahirrahmanirrahim,
Akhir-akhir ini marak sekali polemik tentang kepemimpinan seorang wanita dalam suatu kelompok masyarakat. Dalam syariat Islam sudah jelas sekali digariskan aturan ini yang tentunya didasari atas kelebihan dari laki-laki atas wanita. Jadi setiap lelaki itu dituntut menjadi seorang pemimpin dikelompoknya setidak-tidaknya didalam keluarganya sendiri, yang memimpin terhadap istri dan anak-anaknya. Hal ini diatur dalam Al-Qur'an: "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebahagian dari harta
mereka. Sebab itu maka Wanita yang saleh, ialah yang ta'at kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta'atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar" (QS 4:34).
Terlihat garis komando yang jelas pada ayat diatas bahwa dalam suatu masyarakat yang dicontohkan dalam suatu keluarga bagaimana peranan seorang lelaki (suami) tehadap istrinya. Dia diwajibkan memimpin, membimbing dan mengarahkan garis-garis besar haluan keluarganya serta bertanggung jawab atas aktivitas seluruh anggota keluarganya kepada Allah swt baik didunia apalagi di akhirat. Rasulullah saw pernah bersabda: "Kamu sekalian adalah pemimpin,dan kamu sekalian ditanya tentang rakyatnya. Raja memimpin dan suami mempimpin pada keluarganya dan istri memimpin terhadap rumah tangga suaminya dan anak-anaknya. Maka kamu sekalian memimpin dan akan bertanggung jawab atas pimpinan terhadap rakyatnya" (HR Bukhari dan Muslim). Jadi sebagai seorang pemimpin hendaklah kita benar-benar memegang amanah kepemimpinan itu, tentu dengan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita. Bagaimana kita bisa memimpin jika kita tidak membekali diri kita sendiri dahulu karena seorang pemimpin itu adalah tauladan atau panutan bagi orang yang dipimpinnya. Jika pemimpinnya baik maka insya Allah yang dipimpin pun akan baik dan sebaliknya jika pemimpinnya bobrok, bagaimana mungkin akan menghasilkan bawahan yang baik tentu akan bobrok juga bahkan mungkin lebih bobrok dari orang yang ditauladaninya itu. Bak kata pepatah "Guru kencing berdiri, murid kencing berlari".
Dengan halnya wanita, juga dituntut keta'atannya kepada suaminya. Dia diwajibkan untuk menta'ati apa yang diinginkan oleh suaminya, tapi tentu selagi hal itu masih dalam garis keislaman. Bahkan Rasulullah saw pernah bersabda: "Andaikan saja dapat mennyuruh seseorang sujud kepada orang, niscaya saya suruh wanita sujud kepada
suaminya".
Jangankan hanya untuk keluar dari rumah suaminya, untuk puasa sunnah saja seorang istri itu haruslah dengan seijin suaminya. Hal ini digambarkan oleh suatu riwayat seorang sahabat yang meninggalkan istrinya untuk mencari nafkah, yang ketika itu salah satu orang tua si istri sakit keras. Saking ta'at si istri terhadap suaminya karena tidak sempat minta ijin menjenguk orang tuanya tersebut, maka hingga orang tunya tersebut terlanjur meninggal dunia tapi belum sempat dijenguknya, karena dia tidak mau meninggalkan rumahnya tanpa seijin suaminya. Beginilah profil seorang istri yang ta'at kepada suaminya dan tentu suaminya sangat meridhoi langkahnya dan tentu akan berlanjut dengan kerido'an Allah swt juga. Dan sangat pantaslah ganjaran
syurga bagi istri yang ta'at ini sebagaimana yang dijanjikan Rasulullah saw:
"Tiap istri yang mati dan diridhoi suaminya akan masuk syurga" (HR At-Tirmidzi dari Ummi Salamah ra. Memang tidak mudah untuk menjadi seorang tauladan dan membimbing
keluarganya ke jalan yang Islami, apalagi di jaman sekarang ini dimana kehidupan
duniawi telah mengglobal dan maksiat pun telah merajalela. Jadi dituntut suatu
ketekunan dan kesabaran yang ekstra untuk dapat mempertahankan keimanan dan ketaqwaan kita, apalagi keluarga yang kita pimpin. Jadi seyogyanyalah kita tekun dan sabar dalam melakukannya, karena rugilah kita kiranya setelah berdakwah tapi tidak sabar (QS 103:3), dan berusaha dan berda'wah itu tidaklah ada batasnya, apalagi dalam mencapai ridhonya Allah swt. Jika kita tekun (bersungguh-sungguh) insya Allah akan berhasil.
Wassalam
AZ
Again: Polygamy!
Jkt-Post (April 23, 2000)
......
The argument that defends the practice of polygamy, however, is
age-old and almost unchallenged: it is allowed by Islam, the
religion practiced by 90 percent of the nation. The practice, to a
certain degree, is not prohibited by the government.
But how can a religion that boasts of freeing the oppressed from
their societal shackles endorse this sort of injustice?
It doesn't, some Muslims now argue. They say identifying polygamy
with Islam is a misperception.
Musdah Mulia, a chief expert researcher at the Ministry of
Religious Affairs, says Islamic teachings are monogamous in
nature.
"It has been widely misperceived that Islam teaches polygamy, when
in fact polygamy is something that had been widely practiced in
Arabic society for thousands of years before Islam came along,"
Musdah says.
"What the Prophet Muhammad did at the time was restrict the number
of wives a man can have from unlimited to as many as four."
Musdah says there is only one verse on polygamy in the Koran, and
this verse during the Prophet Muhammad's life shocked Arab men,
many of whom had hundreds of wives at the time. So radical was the
change that some tribal leaders decided not to convert to Islam
because they just couldn't see being married to only four wives.
Legislator Aisyah Hamid Baidlowi says that before Islam, women had
the lowest status in middle-eastern society. They were saleable
commodities to please men's sexual urges and were part of an
inheritance. When a man died, his son could inherit his wife.
"Islam acknowledges that men have bigger sexual appetites than
women, and thus only restricts the number instead of prohibits
it," says Aisyah, who headed the Nahdlatul Ulama Muslimat, the
women's body of the country's largest Muslim organization, from
1995 until earlier this year.
Muslim scholar Komaruddin Hidayat says polygamy was allowed in the
context of helping widows and orphans of war casualties in the
days of the Prophet, a time which was rife with tribal and civil
wars.
"The interpretation of the verse has betrayed its spirit. The
spirit was about freeing people from oppression, but it became
something about domination over women," says Komaruddin, who
chairs the Paramadina Foundation.
The Koran cites that in a polygamous relationship, the man must
treat all of his wives fairly. Fairness here covers material
goods, love and sexual relations. But this, Aisyah says, is almost
impossible, for a normal human being anyway.
Nevertheless the men always claim that they treat their women
fairly, something Komaruddin deems improper: "The victim or the
women should be the one to say whether she is being treated
fairly."
"What it boils down to is that men who have more than one wife are
most certainly big liars who use the Koran's teachings to their
benefit," Aisyah says.
Such is why most polygamous marriages are either illegitimate or
unregistered. The Association of Indonesian Women for Justice (LBH
APIK) handles 400 cases of mistreatment of or discrimination
against women every year. About a fourth of these cases revolves
around extramarital relationships or polygamy, and in both cases,
one of the women involved is always deceived.
"Most men usually marry another woman without their wife's
consent," LBH APIK's coordinator for legal services Asni Friyanti
Damanik says.
According to the 1974 marriage law, a man must obtain the consent
of his first wife and the court before he marries another woman.
The law allows polygamy only under the conditions that the first
wife cannot perform her duties as a wife, is handicapped or is
terminally ill, or cannot bear a child.
Often the man obtains an identity card illegally by slightly
changing his full name and by stating he is single to make the
second wedding possible, Asni said.
Since permits from the legal wife and the court are hard to
obtain, many men resort to marriage that is legitimized only by a
Muslim cleric with the presence of two witnesses and is not
recognized by the state.
Government regulation No. 10, 1983 also requires civil servants
and government officials to have the consent from the wife and his
superior before practicing polygamy. Failure to do so results in
the loss of the job. Both laws, however, fail to deter men from
practicing polygamy.
"I don't deny that polygamy exists in Islam, but it has been
misunderstood. There needs to be reinterpretation on this issue,"
Musdah said.
One theory is that the Prophet's practice of polygamy was part of
missionary work.
Musdah said the Prophet was married to his first wife Khadijah,
who was 15 years older than he, for 28 years. After her death, and
in the last five years of his life during which he was building a
Muslim society in Medinah and surrounding areas, he wedded 11
women, most of whom were older and widows of war casualties.
"The Prophet needed solidarity support from the tribal groups and
an effective way to do this is through marriage," she said.
"This wasn't a normal time, it was the time of religious
proselytization."
......
The argument that defends the practice of polygamy, however, is
age-old and almost unchallenged: it is allowed by Islam, the
religion practiced by 90 percent of the nation. The practice, to a
certain degree, is not prohibited by the government.
But how can a religion that boasts of freeing the oppressed from
their societal shackles endorse this sort of injustice?
It doesn't, some Muslims now argue. They say identifying polygamy
with Islam is a misperception.
Musdah Mulia, a chief expert researcher at the Ministry of
Religious Affairs, says Islamic teachings are monogamous in
nature.
"It has been widely misperceived that Islam teaches polygamy, when
in fact polygamy is something that had been widely practiced in
Arabic society for thousands of years before Islam came along,"
Musdah says.
"What the Prophet Muhammad did at the time was restrict the number
of wives a man can have from unlimited to as many as four."
Musdah says there is only one verse on polygamy in the Koran, and
this verse during the Prophet Muhammad's life shocked Arab men,
many of whom had hundreds of wives at the time. So radical was the
change that some tribal leaders decided not to convert to Islam
because they just couldn't see being married to only four wives.
Legislator Aisyah Hamid Baidlowi says that before Islam, women had
the lowest status in middle-eastern society. They were saleable
commodities to please men's sexual urges and were part of an
inheritance. When a man died, his son could inherit his wife.
"Islam acknowledges that men have bigger sexual appetites than
women, and thus only restricts the number instead of prohibits
it," says Aisyah, who headed the Nahdlatul Ulama Muslimat, the
women's body of the country's largest Muslim organization, from
1995 until earlier this year.
Muslim scholar Komaruddin Hidayat says polygamy was allowed in the
context of helping widows and orphans of war casualties in the
days of the Prophet, a time which was rife with tribal and civil
wars.
"The interpretation of the verse has betrayed its spirit. The
spirit was about freeing people from oppression, but it became
something about domination over women," says Komaruddin, who
chairs the Paramadina Foundation.
The Koran cites that in a polygamous relationship, the man must
treat all of his wives fairly. Fairness here covers material
goods, love and sexual relations. But this, Aisyah says, is almost
impossible, for a normal human being anyway.
Nevertheless the men always claim that they treat their women
fairly, something Komaruddin deems improper: "The victim or the
women should be the one to say whether she is being treated
fairly."
"What it boils down to is that men who have more than one wife are
most certainly big liars who use the Koran's teachings to their
benefit," Aisyah says.
Such is why most polygamous marriages are either illegitimate or
unregistered. The Association of Indonesian Women for Justice (LBH
APIK) handles 400 cases of mistreatment of or discrimination
against women every year. About a fourth of these cases revolves
around extramarital relationships or polygamy, and in both cases,
one of the women involved is always deceived.
"Most men usually marry another woman without their wife's
consent," LBH APIK's coordinator for legal services Asni Friyanti
Damanik says.
According to the 1974 marriage law, a man must obtain the consent
of his first wife and the court before he marries another woman.
The law allows polygamy only under the conditions that the first
wife cannot perform her duties as a wife, is handicapped or is
terminally ill, or cannot bear a child.
Often the man obtains an identity card illegally by slightly
changing his full name and by stating he is single to make the
second wedding possible, Asni said.
Since permits from the legal wife and the court are hard to
obtain, many men resort to marriage that is legitimized only by a
Muslim cleric with the presence of two witnesses and is not
recognized by the state.
Government regulation No. 10, 1983 also requires civil servants
and government officials to have the consent from the wife and his
superior before practicing polygamy. Failure to do so results in
the loss of the job. Both laws, however, fail to deter men from
practicing polygamy.
"I don't deny that polygamy exists in Islam, but it has been
misunderstood. There needs to be reinterpretation on this issue,"
Musdah said.
One theory is that the Prophet's practice of polygamy was part of
missionary work.
Musdah said the Prophet was married to his first wife Khadijah,
who was 15 years older than he, for 28 years. After her death, and
in the last five years of his life during which he was building a
Muslim society in Medinah and surrounding areas, he wedded 11
women, most of whom were older and widows of war casualties.
"The Prophet needed solidarity support from the tribal groups and
an effective way to do this is through marriage," she said.
"This wasn't a normal time, it was the time of religious
proselytization."
Sunday, June 10, 2007
Salam dari Brazil, 17 Januari 2000
Salam alaikum,
OK, ini janji saya untuk cerita ke Aryo dkk.
Saya saat ini bekerja di Embraer, satu group dengan Jerry, bule yang dulu
juga bertahun-tahun bekerja dengan saya di IPTN. Orang-orang lokalnya antara
lain Emerson (boss), Madeira, Paulo Marco dan Daniel. Mereka baik-baik dan
bekerja relatif lebih baik daripada kawan2 di IPTN. Meskipun sama-sama
senang ngobrol dan mengenal jam karet juga, mereka cenderung mengerti apa
yang sedang dan harus dikerjakan. Saya senang dengan suasana seperti ini,
bisa menumbuhkan competitiveness (kemampuan bersaing) yang baik. Pakaian
kerja nggak jauh beda dengan IPTN. Saya nggak perlu pakai jas atau dasi,
biasanya bos2 saja yang pakai dasi dan jas. Orang boleh pakai apa saja
kecuali celana pendek. Di sini juga seperti di IPTN, bagian produksi harus
pakai seragam. Lucunya suasananya juga mirip. Setelah makan mereka duduk
ngobrol berkerumun atau pergi ke semacam pusat sosial untuk menyewa video
atau nonton TV. Buku2 dan majalah2 juga dijual termasuk majalah 'playboy'.
Wah saya bayangkan kalau di IPTN majalah beginian dijual pasti ludes sama
bungkus2nya.
Orang-orang Brazil ini antara orang kita dan Eropa. Mereka akrab satu sama
lain, senang ngobrol, atau ngumpul-ngumpul atau datang telat ke kantor; di
samping serupa dalam menu makanan dan cara masak mereka. Mereka juga ada
sungkan-sungkan dan basa-basi sebagaimana halnya kita. Tapi mereka juga
seperti bule dalam hal kumpul kebo atau hamil sebelum nikah, cara makan
dengan garpu dan pÃsau, cara berjalan yang cepat dan cenderung nggak mau
ngendus2 urusan orang lain. Bagusnya di jalan raya, meski ngebutnya minta
ampun, mereka cenderung tertib. Nggak ada yang namanya bus salip-salipan,
nggak ada suara klakson, dan public transport mereka cenderung bersih dan
cukup banyak, meskipun belum seperti di Inggris yang terjadwal. Di sini
'angkot` (alternativo) dan bus nggak punya jadwal. Muncul kapan saja tapi
cukup sering. Orang cukup melihat routenya.
São Jose kotanya indah, lebih dingin dari Lembang. Mungkin seperti
Pangalengan tapi dengan fasilitas seperti Bandung atau Jakarta. Tata kotanya
relatif baik tapi tidak seperti di Inggris bentuk2 rumahnya nggak begitu
standar, kayak di kita. Tapi jalan-jalannya bagus dan bersih dan naik-turun
karena kota ini terletak di lembah. Karena itu kata Vale banyak ditemukan,
artinya lembah, seperti Center Vale Shopping, shopping centre. Seperti saya
bilang di siang hari udaranya kering, jadi bagus buat Ali. Praktis nggak ada
debu, jadi gampang untuk bersih-bersih rumah, kayak di Inggris. Makanan
relatif murah. Orange juice, buah-buahan, sayur2ar, hampir semuanya relatif
murah. Yang lucu, kawan saya sampai teriak, buah konyal yang murahan di
kita, di sini R$22/kilo alias sekitar US$12/kilo. Anggur juga murah apalagi
semangka. Durian saya
belum nemu tapi kalau nangka, dari perbincangan dengan mereka, kayaknya ada
juga. Juga jambu batu merah dan putih, markisa, pepaya, dll. Pendeknya
komplit lah.
Memang sekolah untuk anak-anak relatif mahal. Sekolah yang saya ceritakan
adalah sekolah swasta. Direkomendasikan oleh TAP Engineering, perusahaan
yang mempekerjakan saya sekarang. Namun memang kualitasnya cukup baik. Mirip
dengan sekolah-sekolah unggulan di kita. Alhamdulillah anak2 ikut enjoy juga
di sini. Sekarang mereka memahami Portugis much better than me, biasalah
anak2: learning by doing. Sekarang mereka punya banyak kawan di sekolah,
malah beberapa kali saya mengantar mereka ke acara pesta ultah kawan2nya.
OK sekian dulu lah. Tchau.
Wassalam
Abdi
OK, ini janji saya untuk cerita ke Aryo dkk.
Saya saat ini bekerja di Embraer, satu group dengan Jerry, bule yang dulu
juga bertahun-tahun bekerja dengan saya di IPTN. Orang-orang lokalnya antara
lain Emerson (boss), Madeira, Paulo Marco dan Daniel. Mereka baik-baik dan
bekerja relatif lebih baik daripada kawan2 di IPTN. Meskipun sama-sama
senang ngobrol dan mengenal jam karet juga, mereka cenderung mengerti apa
yang sedang dan harus dikerjakan. Saya senang dengan suasana seperti ini,
bisa menumbuhkan competitiveness (kemampuan bersaing) yang baik. Pakaian
kerja nggak jauh beda dengan IPTN. Saya nggak perlu pakai jas atau dasi,
biasanya bos2 saja yang pakai dasi dan jas. Orang boleh pakai apa saja
kecuali celana pendek. Di sini juga seperti di IPTN, bagian produksi harus
pakai seragam. Lucunya suasananya juga mirip. Setelah makan mereka duduk
ngobrol berkerumun atau pergi ke semacam pusat sosial untuk menyewa video
atau nonton TV. Buku2 dan majalah2 juga dijual termasuk majalah 'playboy'.
Wah saya bayangkan kalau di IPTN majalah beginian dijual pasti ludes sama
bungkus2nya.
Orang-orang Brazil ini antara orang kita dan Eropa. Mereka akrab satu sama
lain, senang ngobrol, atau ngumpul-ngumpul atau datang telat ke kantor; di
samping serupa dalam menu makanan dan cara masak mereka. Mereka juga ada
sungkan-sungkan dan basa-basi sebagaimana halnya kita. Tapi mereka juga
seperti bule dalam hal kumpul kebo atau hamil sebelum nikah, cara makan
dengan garpu dan pÃsau, cara berjalan yang cepat dan cenderung nggak mau
ngendus2 urusan orang lain. Bagusnya di jalan raya, meski ngebutnya minta
ampun, mereka cenderung tertib. Nggak ada yang namanya bus salip-salipan,
nggak ada suara klakson, dan public transport mereka cenderung bersih dan
cukup banyak, meskipun belum seperti di Inggris yang terjadwal. Di sini
'angkot` (alternativo) dan bus nggak punya jadwal. Muncul kapan saja tapi
cukup sering. Orang cukup melihat routenya.
São Jose kotanya indah, lebih dingin dari Lembang. Mungkin seperti
Pangalengan tapi dengan fasilitas seperti Bandung atau Jakarta. Tata kotanya
relatif baik tapi tidak seperti di Inggris bentuk2 rumahnya nggak begitu
standar, kayak di kita. Tapi jalan-jalannya bagus dan bersih dan naik-turun
karena kota ini terletak di lembah. Karena itu kata Vale banyak ditemukan,
artinya lembah, seperti Center Vale Shopping, shopping centre. Seperti saya
bilang di siang hari udaranya kering, jadi bagus buat Ali. Praktis nggak ada
debu, jadi gampang untuk bersih-bersih rumah, kayak di Inggris. Makanan
relatif murah. Orange juice, buah-buahan, sayur2ar, hampir semuanya relatif
murah. Yang lucu, kawan saya sampai teriak, buah konyal yang murahan di
kita, di sini R$22/kilo alias sekitar US$12/kilo. Anggur juga murah apalagi
semangka. Durian saya
belum nemu tapi kalau nangka, dari perbincangan dengan mereka, kayaknya ada
juga. Juga jambu batu merah dan putih, markisa, pepaya, dll. Pendeknya
komplit lah.
Memang sekolah untuk anak-anak relatif mahal. Sekolah yang saya ceritakan
adalah sekolah swasta. Direkomendasikan oleh TAP Engineering, perusahaan
yang mempekerjakan saya sekarang. Namun memang kualitasnya cukup baik. Mirip
dengan sekolah-sekolah unggulan di kita. Alhamdulillah anak2 ikut enjoy juga
di sini. Sekarang mereka memahami Portugis much better than me, biasalah
anak2: learning by doing. Sekarang mereka punya banyak kawan di sekolah,
malah beberapa kali saya mengantar mereka ke acara pesta ultah kawan2nya.
OK sekian dulu lah. Tchau.
Wassalam
Abdi
Saturday, June 09, 2007
The Prophet's (s) Sermon Of Ramadhan
The Sermon Given By The Prophet (s) On The Last Friday Of Sha'ban On The Reception Of The Month of Ramadhan
"O People !
"Indeed ahead of you is the blessed month of Allah. A month of blessing,
mercy and forgiveness. A month which with Allah is the best of months. Its
days, the best of days, its nights, the best of nights, and its hours, the
best of hours. It is the month which invites you to be the guests of Allah
and invites you to be one of those near to Him. Each breath you take
glorifies him; your sleep is worship, your deeds are accepted and your
supplications are answered. So, ask Allah, your Lord; to give you a sound
body and an enlightened heart so you may be able to fast and recite his
book, for only he is unhappy who is devoid of Allah's forgiveness during
this great month. Remember the hunger and thirst of the day of Qiyamah
(Judgement) with your hunger and thirst; give alms to the needy and poor,
honor your old, show kindness to the young ones, maintain relations with
your blood relations; guard your tongues, close your eyes to that which is
not permissible for your sight, close your ears to that which is forbidden
to hear, show compassion to the orphans of people so compassion may be shown
to your orphans. Repent to Allah for your sins and raise your hands in dua
during these times, for they are the best of times and Allah looks towards
his creatures with kindness, replying to them during the hours and granting
their needs if he is asked...
"O People! Indeed your souls are dependant on your deeds, free it with
Istighfar (repentance) lighten its loads by long prostrations; and know
that Allah swears by his might: That there is no punishment for the one who
prays and prostrates and he shall have no fear of the fire on the day when
man stands before the Lord of the worlds.
"O People! One who gives Iftaar to a fasting person during this month will
be like one who has freed someone and his past sins will be forgiven.
Some of the people who were there then asked the Prophet (s): "Not all of us
are able to invite those who are fasting?"
The Prophet (s) replied: "Allah gives this reward even if the Iftaar (meal)
is a drink of water."
"One who has good morals (Akhlaq) during this month will be able to pass the
`Siraat'...on the day that feet will slip...
"One who covers the faults of others will benefit in that Allah will curb
His anger on the day of Judgement...
"As for one who honors an orphan; Allah will honor him on the day of
judgement,
"And for the one who spreads his kindness, Allah will spread His mercy over
him on the day of Judgement.
"As for the one who cuts the ties of relation; Allah will cut His mercy
from him...
"Who so ever performs a recommended prayer in this month Allah will keep the
fire of Hell away from him...
"Whoever performs an obligator prayer Allah will reward him with seventy
prayers [worth] in this month.
"And who so ever prays a lot during this month will have his load lightened
on the day of measure.
"He who recites one verse of the holy Quran will be given the rewards of
reciting the hole Qur'an during other months.
"O People! Indeed during this month the doors of heaven are open, therefore
ask Allah not to close them for you; The doors of hell are closed, so ask
Allah to keep them closed for you. During this month Shaytan (Saten) is
imprisoned so ask your Lord not to let him have power over you."
"O People !
"Indeed ahead of you is the blessed month of Allah. A month of blessing,
mercy and forgiveness. A month which with Allah is the best of months. Its
days, the best of days, its nights, the best of nights, and its hours, the
best of hours. It is the month which invites you to be the guests of Allah
and invites you to be one of those near to Him. Each breath you take
glorifies him; your sleep is worship, your deeds are accepted and your
supplications are answered. So, ask Allah, your Lord; to give you a sound
body and an enlightened heart so you may be able to fast and recite his
book, for only he is unhappy who is devoid of Allah's forgiveness during
this great month. Remember the hunger and thirst of the day of Qiyamah
(Judgement) with your hunger and thirst; give alms to the needy and poor,
honor your old, show kindness to the young ones, maintain relations with
your blood relations; guard your tongues, close your eyes to that which is
not permissible for your sight, close your ears to that which is forbidden
to hear, show compassion to the orphans of people so compassion may be shown
to your orphans. Repent to Allah for your sins and raise your hands in dua
during these times, for they are the best of times and Allah looks towards
his creatures with kindness, replying to them during the hours and granting
their needs if he is asked...
"O People! Indeed your souls are dependant on your deeds, free it with
Istighfar (repentance) lighten its loads by long prostrations; and know
that Allah swears by his might: That there is no punishment for the one who
prays and prostrates and he shall have no fear of the fire on the day when
man stands before the Lord of the worlds.
"O People! One who gives Iftaar to a fasting person during this month will
be like one who has freed someone and his past sins will be forgiven.
Some of the people who were there then asked the Prophet (s): "Not all of us
are able to invite those who are fasting?"
The Prophet (s) replied: "Allah gives this reward even if the Iftaar (meal)
is a drink of water."
"One who has good morals (Akhlaq) during this month will be able to pass the
`Siraat'...on the day that feet will slip...
"One who covers the faults of others will benefit in that Allah will curb
His anger on the day of Judgement...
"As for one who honors an orphan; Allah will honor him on the day of
judgement,
"And for the one who spreads his kindness, Allah will spread His mercy over
him on the day of Judgement.
"As for the one who cuts the ties of relation; Allah will cut His mercy
from him...
"Who so ever performs a recommended prayer in this month Allah will keep the
fire of Hell away from him...
"Whoever performs an obligator prayer Allah will reward him with seventy
prayers [worth] in this month.
"And who so ever prays a lot during this month will have his load lightened
on the day of measure.
"He who recites one verse of the holy Quran will be given the rewards of
reciting the hole Qur'an during other months.
"O People! Indeed during this month the doors of heaven are open, therefore
ask Allah not to close them for you; The doors of hell are closed, so ask
Allah to keep them closed for you. During this month Shaytan (Saten) is
imprisoned so ask your Lord not to let him have power over you."
Khutbah Rasulullah Menyambut Bulan Ramadhan
Wahai manusia! Sungguh telah datang pada kalian bulan Allah dengan
membawa berkah, rahmat dan maghfirah. Bulan yang paling mulia disisi
Allah. Hari-harinya adalah hari-hari paling utama. Malam-malamnya
adalah malam-malam yang paling utama. Jam demi jamnya adalah jam-jam
paling utama. Inilah bulan ketika kamu diundang menjadi tamu Allah
dan dimuliakan-Nya.
Di bulan ini nafas-nafasmu menjadi tasbih, tidurmu adalah ibadah,
amal-amalmu diterima, dan doa-doamu diijabah. Bermohonlah kepada
Allah Rabbmu dengan niat yang tulus dan hati yang suci agar Allah
membimbingmu untuk melakukan syiyam dan membaca kitab-Nya.
Celakalah orang yang tidak mendapat ampunan Allah di bulan yang
agung ini. Kenanglah dengan rasa lapar dan hausmu, kelaparan dan
kehausan di hari kiamat. Bersedekahlah kepada kaum fukara dan
masakin. Muliakanlah orang-orang tuamu, sayangilah yang muda,
sambunglah tali persudaraanmu, jaga lidahmu, tahan pandanganmu dari
apa yang tidak halal kamu memandangnya, dan pendengaranmu dari apa
yang tidak halal kamu mendengarkannya.
Kasihanilah anak-anak yatim, niscaya dikasihi manusia anak-anak
yatimmu. Bertobatlah kepada Allah dari dosa-dosamu. Angkatlah tangan-
tanganmu untuk berdoa pada waktu shalatmu karena itulah saat-saat
yang paling utama ketika Allah Azza wa Jalla memandang hamba-
hambanya dengan penuh kasih; DIA menjawab mereka ketika mereka
menyeru-Nya, menyambut mereka ketika mereka memanggil-Nya, dan
mengabulkan mereka ketika mereka berdoa kepada-Nya. "Wahai manusia!
Sesungguhnya diri-dirimu tergadai karena amal-amalmu, maka
bebaskanlah dengan istighfar. Punggung-punggungmu berat karena beban
dosamu, maka ringankanlah dengan memperpanjang sujudmu."
Ketahuilah! Allah Ta'ala bersumpah dengan segala kebesaran-Nya bahwa
DIA tidak akan mengazab orang-orang yang shalat dan sujud, dan tidak
akan mengancam mereka dengan neraka pada hari manusia berdiri
dihadapan
Rabb Al-'Alamin.
Wahai manusia! Barangsiapa diantaramu memberi buka kepada orang-
orang Mukmin yang berpuasa di bulan ini, maka disisi Allah nilainya
sama dengan membebaskan seorang budak dan ia diberi ampunan atas
dosa-dosanya yang lalu.
Sahabat-sahabat bertanya:
"Ya Rasulullah! Tidaklah kami semua mampu berbuat demikian."
Rasulullah meneruskan: Jagalah dirimu dari api neraka walaupun hanya
dengan sebiji kurma. Jagalah dirimu dari api neraka walaupun hanya
dengan seteguk air.
Wahai manusia! Siapa yang membaguskan ahlaknya di bulan ini ia akan
berhasil melewati sirath pada hari ketika kaki-kaki tergelincir.
Barang siapa yang meringankan pekerjaan orang-orang yang dimiliki
tangan kanannya (pegawai atau pembantu) di bulan ini, Allah akan
meringankan pemeriksaan-Nya di hari Kiamat. Barang siapa menahan
kejelekannya di bulan ini, Allah akan menahan murka-Nya pada hari ia
berjumpa dengan-Nya.
Barangsiapa memuliakan anak yatim di bulan ini, Allah akan
memuliakannya pada hari ia berjumpa dengan-nya. Barangsiapa
menyambungkan tali persudaraan (silaturahmi) di bulan ini, Allah
akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa
dengan-Nya. Barangsiapa memutuskan kekeluargaan di bulan ini, Allah
akan memutuskan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.
Barangsiapa melakukan shalat sunat di bulan ini, Allah akan
menuliskan baginya kebebasan dari api neraka.
Barangsiapa melakukan shalat fardhu baginya adalah ganjaran seperti
melakukan 70 shalat fardhu dibulan yang lain. Barang siapa
memperbanyak shalawat kepadaku di bulan ini, Allah akan memberatkan
timbangannya pada hari ketika timbangan meringan. Barangsiapa pada
bulan ini membaca satu ayat Al-Quran, ganjarannya sama seperti
mengkhatam Al-Qur'an pada bulan-bulan yang lain.
Wahai manusia! sesungguhnya pintu-pintu surga dibukakan bagimu, maka
mintalah kepada Tuhanmu agar tidak akan pernah menutupkannya bagimu.
Pintu-pintu neraka tertutup, maka mohonlah kepada Rabbmu untuk tidak
akan pernah dibukakan bagimu.Setan-setan terbelenggu, maka mintalah
agar ia tak lagi pernah menguasaimu.
Amirul Mukminin berkata: Aku berdiri dan berkata, "Ya Rasulullah!
Apa amal yang paling utama dibulan ini?"
Jawab Nabi: Ya abal Hasan! Amal yang paling utama di bulan ini
adalah menjaga diri dari apa yang diharamkan Allah".
membawa berkah, rahmat dan maghfirah. Bulan yang paling mulia disisi
Allah. Hari-harinya adalah hari-hari paling utama. Malam-malamnya
adalah malam-malam yang paling utama. Jam demi jamnya adalah jam-jam
paling utama. Inilah bulan ketika kamu diundang menjadi tamu Allah
dan dimuliakan-Nya.
Di bulan ini nafas-nafasmu menjadi tasbih, tidurmu adalah ibadah,
amal-amalmu diterima, dan doa-doamu diijabah. Bermohonlah kepada
Allah Rabbmu dengan niat yang tulus dan hati yang suci agar Allah
membimbingmu untuk melakukan syiyam dan membaca kitab-Nya.
Celakalah orang yang tidak mendapat ampunan Allah di bulan yang
agung ini. Kenanglah dengan rasa lapar dan hausmu, kelaparan dan
kehausan di hari kiamat. Bersedekahlah kepada kaum fukara dan
masakin. Muliakanlah orang-orang tuamu, sayangilah yang muda,
sambunglah tali persudaraanmu, jaga lidahmu, tahan pandanganmu dari
apa yang tidak halal kamu memandangnya, dan pendengaranmu dari apa
yang tidak halal kamu mendengarkannya.
Kasihanilah anak-anak yatim, niscaya dikasihi manusia anak-anak
yatimmu. Bertobatlah kepada Allah dari dosa-dosamu. Angkatlah tangan-
tanganmu untuk berdoa pada waktu shalatmu karena itulah saat-saat
yang paling utama ketika Allah Azza wa Jalla memandang hamba-
hambanya dengan penuh kasih; DIA menjawab mereka ketika mereka
menyeru-Nya, menyambut mereka ketika mereka memanggil-Nya, dan
mengabulkan mereka ketika mereka berdoa kepada-Nya. "Wahai manusia!
Sesungguhnya diri-dirimu tergadai karena amal-amalmu, maka
bebaskanlah dengan istighfar. Punggung-punggungmu berat karena beban
dosamu, maka ringankanlah dengan memperpanjang sujudmu."
Ketahuilah! Allah Ta'ala bersumpah dengan segala kebesaran-Nya bahwa
DIA tidak akan mengazab orang-orang yang shalat dan sujud, dan tidak
akan mengancam mereka dengan neraka pada hari manusia berdiri
dihadapan
Rabb Al-'Alamin.
Wahai manusia! Barangsiapa diantaramu memberi buka kepada orang-
orang Mukmin yang berpuasa di bulan ini, maka disisi Allah nilainya
sama dengan membebaskan seorang budak dan ia diberi ampunan atas
dosa-dosanya yang lalu.
Sahabat-sahabat bertanya:
"Ya Rasulullah! Tidaklah kami semua mampu berbuat demikian."
Rasulullah meneruskan: Jagalah dirimu dari api neraka walaupun hanya
dengan sebiji kurma. Jagalah dirimu dari api neraka walaupun hanya
dengan seteguk air.
Wahai manusia! Siapa yang membaguskan ahlaknya di bulan ini ia akan
berhasil melewati sirath pada hari ketika kaki-kaki tergelincir.
Barang siapa yang meringankan pekerjaan orang-orang yang dimiliki
tangan kanannya (pegawai atau pembantu) di bulan ini, Allah akan
meringankan pemeriksaan-Nya di hari Kiamat. Barang siapa menahan
kejelekannya di bulan ini, Allah akan menahan murka-Nya pada hari ia
berjumpa dengan-Nya.
Barangsiapa memuliakan anak yatim di bulan ini, Allah akan
memuliakannya pada hari ia berjumpa dengan-nya. Barangsiapa
menyambungkan tali persudaraan (silaturahmi) di bulan ini, Allah
akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa
dengan-Nya. Barangsiapa memutuskan kekeluargaan di bulan ini, Allah
akan memutuskan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.
Barangsiapa melakukan shalat sunat di bulan ini, Allah akan
menuliskan baginya kebebasan dari api neraka.
Barangsiapa melakukan shalat fardhu baginya adalah ganjaran seperti
melakukan 70 shalat fardhu dibulan yang lain. Barang siapa
memperbanyak shalawat kepadaku di bulan ini, Allah akan memberatkan
timbangannya pada hari ketika timbangan meringan. Barangsiapa pada
bulan ini membaca satu ayat Al-Quran, ganjarannya sama seperti
mengkhatam Al-Qur'an pada bulan-bulan yang lain.
Wahai manusia! sesungguhnya pintu-pintu surga dibukakan bagimu, maka
mintalah kepada Tuhanmu agar tidak akan pernah menutupkannya bagimu.
Pintu-pintu neraka tertutup, maka mohonlah kepada Rabbmu untuk tidak
akan pernah dibukakan bagimu.Setan-setan terbelenggu, maka mintalah
agar ia tak lagi pernah menguasaimu.
Amirul Mukminin berkata: Aku berdiri dan berkata, "Ya Rasulullah!
Apa amal yang paling utama dibulan ini?"
Jawab Nabi: Ya abal Hasan! Amal yang paling utama di bulan ini
adalah menjaga diri dari apa yang diharamkan Allah".
HRH, The Prince of Wales: Islam And The West (partially)
May 2, 2000
>
> ..............
> of Islamic society and culture in Spain between the 8th and 15th
> centuries. The contribution of Muslim Spain to the preservation
> of classical learning during the Dark Ages, and to the first
> flowering of the Renaissance, has long been recognized. But
> Islamic Spain was much more than a mere larder where Hellenistic
> knowledge was kept for later consumption by the emerging modern
> world. Not only did Muslim Spain gather and preserve the
> intellectual content of ancient Greek and Roman civilization, it
> also interpreted and expanded upon that civilization, and made a
> vital contribution of its own in so many fields of human
> endeavour -- in science, astronomy, mathematics, algebra (itself
> an Arabic word), law, history, medicine, pharmacology, optics,
> agriculture, architecture, theology, music. Averroes and
> Avenzoor, like their counterparts Avicenna and Rhazes in the
> East, contributed to the study and practice of medicine in ways
> from which Europe benefited for centuries afterwards.
>
> Islam nurtured and preserved the quest for learning. In the words
> of (the Prophet's) tradition "the ink of the scholar is more
> sacred than the blood of the martyr." Cordoba in the 10th century
> was by far the most civilized city of Europe. We know of lending
> libraries in Spain at the time King Alfred was making terrible
> blunders with the culinary arts in this country. It is said that
> the 400,000 volumes of its ruler's library amounted to more books
> than all the of the rest of Europe put together. That was made
> possible because the Muslim world acquired from China the skill
> of making paper more than four hundred years before the rest of
> non-Muslim Europe. Many of the traits on which Europe prides
> itself came to it from Muslim Spain. Diplomacy, free trade, open
> borders, the techniques of academic research, of anthropology,
> etiquette, fashion, alternative medicine, hospitals, all came
> from this great city of cities. Mediaeval Islam was a religion of
> remarkable tolerance for its time, allowing Jews and Christians
> to practice their inherited beliefs, and setting an example which
> was not, unfortunately, copied for many centuries in the West.
> The surprise, ladies and gentlemen, is the extent to which Islam
> has been a part of Europe for so long, first in Spain, then in
> the Balkans, and the extent to which it has contributed so much
> towards the civilization which we all too often think of,
> wrongly, as entirely Western. Islam is part of our past and
> present, in all fields of human endeavour. It has helped to
> create modern Europe. It is part of our own inheritance, not a
> thing apart.
>
>
> ..............
> of Islamic society and culture in Spain between the 8th and 15th
> centuries. The contribution of Muslim Spain to the preservation
> of classical learning during the Dark Ages, and to the first
> flowering of the Renaissance, has long been recognized. But
> Islamic Spain was much more than a mere larder where Hellenistic
> knowledge was kept for later consumption by the emerging modern
> world. Not only did Muslim Spain gather and preserve the
> intellectual content of ancient Greek and Roman civilization, it
> also interpreted and expanded upon that civilization, and made a
> vital contribution of its own in so many fields of human
> endeavour -- in science, astronomy, mathematics, algebra (itself
> an Arabic word), law, history, medicine, pharmacology, optics,
> agriculture, architecture, theology, music. Averroes and
> Avenzoor, like their counterparts Avicenna and Rhazes in the
> East, contributed to the study and practice of medicine in ways
> from which Europe benefited for centuries afterwards.
>
> Islam nurtured and preserved the quest for learning. In the words
> of (the Prophet's) tradition "the ink of the scholar is more
> sacred than the blood of the martyr." Cordoba in the 10th century
> was by far the most civilized city of Europe. We know of lending
> libraries in Spain at the time King Alfred was making terrible
> blunders with the culinary arts in this country. It is said that
> the 400,000 volumes of its ruler's library amounted to more books
> than all the of the rest of Europe put together. That was made
> possible because the Muslim world acquired from China the skill
> of making paper more than four hundred years before the rest of
> non-Muslim Europe. Many of the traits on which Europe prides
> itself came to it from Muslim Spain. Diplomacy, free trade, open
> borders, the techniques of academic research, of anthropology,
> etiquette, fashion, alternative medicine, hospitals, all came
> from this great city of cities. Mediaeval Islam was a religion of
> remarkable tolerance for its time, allowing Jews and Christians
> to practice their inherited beliefs, and setting an example which
> was not, unfortunately, copied for many centuries in the West.
> The surprise, ladies and gentlemen, is the extent to which Islam
> has been a part of Europe for so long, first in Spain, then in
> the Balkans, and the extent to which it has contributed so much
> towards the civilization which we all too often think of,
> wrongly, as entirely Western. Islam is part of our past and
> present, in all fields of human endeavour. It has helped to
> create modern Europe. It is part of our own inheritance, not a
> thing apart.
>
Wednesday, May 30, 2007
Rangkuman hasil pertemuan dengan Suciwati Munir
Salam Alaikum,
Bersama ini saya sampaikan rangkuman hasil pertemuan dengan Suciwati Munir, janda tokoh HAM almarhum Munir, yang terbunuh dalam penerbangannya ke Belanda, hari Sabtu 26 Mei 2007, jam 4 sore di OISE, University of Toronto (A Multi- Faith Memorial Service for Victims of Violence in Indonesia):
- Dua hari sebelum keberangkatan, ada pihak-pihak yang menanyakan jadwal keberangkatannya
- Di pesawat, terjadi pemindahan tempat duduk Munir. Dia dipindahkan dari kelas ekonomi ke kelas bisnis
- Pilot yang seharusnya tidak bekerja pada hari itu memaksakan diri terbang dengan Munir
- Setelah kematiannya, hasil otopsi harus diperoleh dengan usaha keras, memakan waktu lebih dari dua minggu
- Dua minggu setelah kematiannya, Suciwati mendapat kiriman potongan kepala dan kaki ayam dengan pesan untuk tidak melibatkan militer atau Suciwati akan menemukan dirinya dalam keadaan seperti kiriman tersebut
- Ditemukan arsenik sejumlah 400 gram dalam darah dan urine (air seni) Munir
- SBY berjanji akan menuntaskan kasus
- Pada bulan Desember, SBY membentuk tim pencari fakta yang terdiri atas orang-orang yang ahli di bidangnya: dari Deplu, Kejaksaan, NGO (organisasi-organisasi non-pemerintah), dokter-dokter, dll
- Tim ini menyimpulkan, dari hasil penyelidikannya, ada keterlibatan Garuda dan intelijen Indonesia
- Ditemukan 41 kali (rekaman) percakapan Pollycarpus melalu HP (cellphone) dan beberapa kali dari telepon rumahnya ke Deputy V BIN (Badan Intelijen Negara)
- Tidak ada tindak lanjut dari kepolisian RI. Suci menambahkan sebagai sesuatu yang ironis mengingat tindakan polisi yang (super) cepat dengan menangkap tersangka teroris berdasarkan satu kali kiriman SMS (text message)
- Bukan saja tidak terjadi penangkapan Polisi bahkan tidak mengeluarkan atau mempublikasikan nama tersangka
- BIN menolak berpartisipasi dalam penelitian bahkan cenderung menolak usaha Tim untuk meneliti dan mengkonfirmasi lebih jauh keterlibatan BIN dalam kasus ini
- Tim bahkan mengundang Ketua BIN, Hendropriyono, untuk hadir dalam dengar pendapat (hearing) namun ditolak
- Media menyebutkan bahwa SBY kecewa atas penolakan tersebut. Hendro mempertanyakan kesahihan pernyataan kecewa itu dengan berdalih bahwa dulu SBY adalah bawahannya. Komentar Hendro yang dimuat media ini tidak mendapat reaksi apapun dari SBY
- Disimpulkan bahwa pembunuhan Munir merupakan konspirasi militer, khususnya BIN
- Poly dituntut hukuman 14 tahun namun menang dalam bandingnya (appeal) ke MA dengan hanya menjalani hukuman 2 tahun saja. Tahun 2006 ia dibebaskan
- Setelah 2 tahun baru ada tersangka baru... dari Garuda
- Suci menggugat Garuda dalam tindak perdata dan memenangkan gugatan sebesar Rp. 664 juta namun hal ini bukanlah yang dicari. Dia tidak puas karena keadilan yang dicari tak kunjung ditegakkan. Juga tidak ada permintaan maaf baik dari pihak Garuda, tidak ada penyidikan lebih lanjut pada Garuda dengan memanfaatkan lebih jauh fakta dan kejadian yang melibatkan Garuda
- Kasus tidak tuntas, keadilan belum muncul, pelaku sejati pembunuhan belum terungkap, jangankan tertangkap. Suci terus menuntut
- Suci mendapat banyak dukungan internasional: Presiden Uni Eropa mempertanyakan kasus Munir kepada SBY dalam pertemuan di Eropa; Kongres Amerika mengirimkan pertanyaan resmi kelanjutan kasus Munir; Utusan khusus PBB (UN), Heena Geelani (?) dan Philip Austin, menuliskan secara khusus kasus Munir (UN Proceeding?)
- Tugas dan tekad Suci bukan semata-mata pribadi, hanya untuk Munir. Sekiranya kasus Munir dapat dituntaskan dan keadilan ditegakkan, dampaknya akan luar biasa, antara lain impunity (keadaan dimana seseorang tidak dapat dituntut) dapat dilenyapkan; rasa aman dan bebas bagi para aktifis HAM dan pencinta kebenaran dapat dijamin; demokrasi dan transparensi hukum berjalan, dsb.
Ketua HAM Kanada, Micheline (Mika) Levesque menambahkan:
- Penuntasan Kasus Munir tidak sekadar tuntutan pribadi. Munir adalah orang yang sangat dikenal baik di dalam maupun di luar negeri. Kematiannya justru terjadi di Masa Reformasi, bukan di masa pemerintahan Soeharto yang jauh lebih buruk dalam catatan HAM. Artinya, kalau HAM seseorang "sekelas" Munir dapat dilanggar apalagi HAM orang-orang kebanyakan di Indonesia. Nyawa seorang kecil di desa dapat saja dihilangkan tanpa ada kekhawatiran tuntutan pengadilan. Karena itu, sekiranya kasusnya dapat dimenangkan maka kemenangan itu adalah kemenangan seluruh rakyat Indonesia, khususnya mereka yang hak-haknya dilanggar.
- Kasus Munir menjadi salah satu bukti "superiority military over civilians". Di negeri seperti Kanada, dimana militer di bawah kontrol pemerintahan demokratis sipil sulit untuk terjadi kasus semacam itu. Tidak ada impunity bagi militer. Tindak tanduk militer transparan dan di bawah pengawasan pemerintahan sipil dan masyarakat.
- Dibutuhkan tekanan dari berbagai kelompok di Kanada untuk membantu usaha penuntasan Kasus Munir.
Adalah tugas setiap kita, pencinta keadilan, untuk membantu terwujudnya keadilan itu, antara lain dengan berbagi informasi dan memperluas jaringan (networking) dengan kelompok-kelompok masyarakat Indonesia atau internasional lainnya.
Tugas yang pertama adalah menyebarkan hasil pertemuan ini dengan rekan-rekan anda dimanapun mereka berada.
Wassalam,
Abdi Soeherman
Bersama ini saya sampaikan rangkuman hasil pertemuan dengan Suciwati Munir, janda tokoh HAM almarhum Munir, yang terbunuh dalam penerbangannya ke Belanda, hari Sabtu 26 Mei 2007, jam 4 sore di OISE, University of Toronto (A Multi- Faith Memorial Service for Victims of Violence in Indonesia):
- Dua hari sebelum keberangkatan, ada pihak-pihak yang menanyakan jadwal keberangkatannya
- Di pesawat, terjadi pemindahan tempat duduk Munir. Dia dipindahkan dari kelas ekonomi ke kelas bisnis
- Pilot yang seharusnya tidak bekerja pada hari itu memaksakan diri terbang dengan Munir
- Setelah kematiannya, hasil otopsi harus diperoleh dengan usaha keras, memakan waktu lebih dari dua minggu
- Dua minggu setelah kematiannya, Suciwati mendapat kiriman potongan kepala dan kaki ayam dengan pesan untuk tidak melibatkan militer atau Suciwati akan menemukan dirinya dalam keadaan seperti kiriman tersebut
- Ditemukan arsenik sejumlah 400 gram dalam darah dan urine (air seni) Munir
- SBY berjanji akan menuntaskan kasus
- Pada bulan Desember, SBY membentuk tim pencari fakta yang terdiri atas orang-orang yang ahli di bidangnya: dari Deplu, Kejaksaan, NGO (organisasi-organisasi non-pemerintah), dokter-dokter, dll
- Tim ini menyimpulkan, dari hasil penyelidikannya, ada keterlibatan Garuda dan intelijen Indonesia
- Ditemukan 41 kali (rekaman) percakapan Pollycarpus melalu HP (cellphone) dan beberapa kali dari telepon rumahnya ke Deputy V BIN (Badan Intelijen Negara)
- Tidak ada tindak lanjut dari kepolisian RI. Suci menambahkan sebagai sesuatu yang ironis mengingat tindakan polisi yang (super) cepat dengan menangkap tersangka teroris berdasarkan satu kali kiriman SMS (text message)
- Bukan saja tidak terjadi penangkapan Polisi bahkan tidak mengeluarkan atau mempublikasikan nama tersangka
- BIN menolak berpartisipasi dalam penelitian bahkan cenderung menolak usaha Tim untuk meneliti dan mengkonfirmasi lebih jauh keterlibatan BIN dalam kasus ini
- Tim bahkan mengundang Ketua BIN, Hendropriyono, untuk hadir dalam dengar pendapat (hearing) namun ditolak
- Media menyebutkan bahwa SBY kecewa atas penolakan tersebut. Hendro mempertanyakan kesahihan pernyataan kecewa itu dengan berdalih bahwa dulu SBY adalah bawahannya. Komentar Hendro yang dimuat media ini tidak mendapat reaksi apapun dari SBY
- Disimpulkan bahwa pembunuhan Munir merupakan konspirasi militer, khususnya BIN
- Poly dituntut hukuman 14 tahun namun menang dalam bandingnya (appeal) ke MA dengan hanya menjalani hukuman 2 tahun saja. Tahun 2006 ia dibebaskan
- Setelah 2 tahun baru ada tersangka baru... dari Garuda
- Suci menggugat Garuda dalam tindak perdata dan memenangkan gugatan sebesar Rp. 664 juta namun hal ini bukanlah yang dicari. Dia tidak puas karena keadilan yang dicari tak kunjung ditegakkan. Juga tidak ada permintaan maaf baik dari pihak Garuda, tidak ada penyidikan lebih lanjut pada Garuda dengan memanfaatkan lebih jauh fakta dan kejadian yang melibatkan Garuda
- Kasus tidak tuntas, keadilan belum muncul, pelaku sejati pembunuhan belum terungkap, jangankan tertangkap. Suci terus menuntut
- Suci mendapat banyak dukungan internasional: Presiden Uni Eropa mempertanyakan kasus Munir kepada SBY dalam pertemuan di Eropa; Kongres Amerika mengirimkan pertanyaan resmi kelanjutan kasus Munir; Utusan khusus PBB (UN), Heena Geelani (?) dan Philip Austin, menuliskan secara khusus kasus Munir (UN Proceeding?)
- Tugas dan tekad Suci bukan semata-mata pribadi, hanya untuk Munir. Sekiranya kasus Munir dapat dituntaskan dan keadilan ditegakkan, dampaknya akan luar biasa, antara lain impunity (keadaan dimana seseorang tidak dapat dituntut) dapat dilenyapkan; rasa aman dan bebas bagi para aktifis HAM dan pencinta kebenaran dapat dijamin; demokrasi dan transparensi hukum berjalan, dsb.
Ketua HAM Kanada, Micheline (Mika) Levesque menambahkan:
- Penuntasan Kasus Munir tidak sekadar tuntutan pribadi. Munir adalah orang yang sangat dikenal baik di dalam maupun di luar negeri. Kematiannya justru terjadi di Masa Reformasi, bukan di masa pemerintahan Soeharto yang jauh lebih buruk dalam catatan HAM. Artinya, kalau HAM seseorang "sekelas" Munir dapat dilanggar apalagi HAM orang-orang kebanyakan di Indonesia. Nyawa seorang kecil di desa dapat saja dihilangkan tanpa ada kekhawatiran tuntutan pengadilan. Karena itu, sekiranya kasusnya dapat dimenangkan maka kemenangan itu adalah kemenangan seluruh rakyat Indonesia, khususnya mereka yang hak-haknya dilanggar.
- Kasus Munir menjadi salah satu bukti "superiority military over civilians". Di negeri seperti Kanada, dimana militer di bawah kontrol pemerintahan demokratis sipil sulit untuk terjadi kasus semacam itu. Tidak ada impunity bagi militer. Tindak tanduk militer transparan dan di bawah pengawasan pemerintahan sipil dan masyarakat.
- Dibutuhkan tekanan dari berbagai kelompok di Kanada untuk membantu usaha penuntasan Kasus Munir.
Adalah tugas setiap kita, pencinta keadilan, untuk membantu terwujudnya keadilan itu, antara lain dengan berbagi informasi dan memperluas jaringan (networking) dengan kelompok-kelompok masyarakat Indonesia atau internasional lainnya.
Tugas yang pertama adalah menyebarkan hasil pertemuan ini dengan rekan-rekan anda dimanapun mereka berada.
Wassalam,
Abdi Soeherman
Sunday, May 27, 2007
Sejarah Ringkas Setelah Wafat Rasulullah SAAW - Bagian 1
Salam Alaikum,
Rekan-rekan sekalian,
Terilhami oleh rekan Gary yang dengan rendah hati merasa belum banyak tahu sejarah setelah wafatnya Baginda Nabi, berikut ini saya kirimkan kembali ringkasan sejarah yang saya kirimkan kepadanya -- sejauh ini -- dalam 3 bagian. Kepada anda, tiga bagian itu saya gabungkan menjadi satu. Besok, saya akan tuntaskan bagian terakhir hingga wafatnya Husain. Mudah-mudahan anda tidak bosan, segan dan punya semangat yang sama seperti Bang Gary untuk mengetahui perjalanan sejarah agama kita.
Wassalam,
Abdi
Sejarah Ringkas Setelah Wafat Rasulullah SAAW
Sekadar untuk referensi sementara, silakan merujuk ke:
http://en.wikipedia.org/wiki/The_Succession_to_Muhammad
dan
http://en.wikipedia.org/wiki/Succession_to_Muhammad#An_overview_of_events
dan coba lakukan self-research.
Tak lama setelah Rasul SAAW wafat, pada saat keluarga dekatnya yang dipimpin oleh Sayidina Ali tengah melakukan persiapan sebelum pemakaman, para sahabat Anshar ('Aus dan Khazraj) sedang melakukan pertemuan di satu tempat bernama Saqifah Bani Sa'idah (disingkat Saqifah saja). Umar, Abu Bakar dan beberapa orang sahabat lain, segera datang bergabung. Singkatnya dalam pertemuan itu Abu Bakar terpilih sebagai pemimpin setelah terjadi perdebatan seru.
Setelah Nabi dimakamkan, Ali kw protes kepada Abu Bakar namun Abu Bakar memberikan alasan-alasan mengapa ia tidak dipilih. Semua alasan itu dipatahkan oleh Ali. Protes Ali berlangsung terus antara lain dalam bentuk penolakan baiat (pay allegiance) setidaknya hingga 6 bulan, yakni hingga wafatnya Fatimah binti Rasul. Namun Ali dihadapkan pada dua masalah: terus menuntut haknya sebagai Khalifah dengan resiko tanpa pendukung dan kemungkinan perang saudara (civil war = fitnah) atau berhenti menuntut demi persatuan umat. Ini bisa jadi dilihat bukan sebagai fakta tapi opini. Namun, sejarah membuktikan Ali tidak memberontak dan memilih menghindar dari
politik kecuali saat diminta pendapatnya oleh Khalifah atau saat melihat kemungkinan terjadinya penyimpangan hukum. Di luar itu dia menyibukkan dirinya melakukan kompilasi al-Quran.
Abu Bakar wafat. Sebelum meninggal dia membuat surat wasiat bahwa Umar adalah Khalifah berikutnya. Kembali Ali protes tapi ujung-ujungnya sama: dihadapkan pada dua pilihan.
Umar terbunuh. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, dia menunjuk 6 orang "Ahlul Halli wal Aqdi", badan konsultasi yang akan menunjuk Khalifah pengganti diantara mereka. Termasuk kedalamnya: Ali, Utsman, Talhah, Zubair, Abdurrahman bin 'Auf dan satu lagi yang saya lupa. Pendeknya terpilih 2 nama: Ali dan Utsman. Umar berpesan kalau 2 orang sudah terpilih (shortlisted) keputusan pemilihan diserahakan kepada Ibn 'Auf berdasarkan pertanyaan antara lain: apakah calon Khalifah akan menjalankan
pemerintahannya berdasarkan al-Quran, Sunnah Rasul dan mengikuti serta meneruskan tradisi kedua Khalifah sebelumnya. Ali hanya menjawab ya untuk dua hal yang pertama sementara Utsman menjawab ya untuk semuanya. Untuk itulah selanjutnya Utsman dipilih sebagai Khalifah ketiga.
Sejarah sepakat menyebutkan bahwa pemerintahan Utsman ditandai dengan banyaknya keterlibatan keluarganya dalam posis pemerintahan dan pengelolaan baitul mal. Begitu rupa hingga penduduk Madinah tidak bisa lebih lam lagi menerma itu dan mereka memberontak. Setelah segala usaha gagal untuk membendung amuk masaa Utsman akhirnya terkepung di istananya, tanpa akses terhadap makanan dan minuman. Sayidina Ali mengirim kedua putranya: Hasan dan Husain yang karenanya dapat menerobos blokade dan setidaknya memberi Utsman akses terhadap makanan dan minuman. Tapi hal ini tidak berlangsung lama, para pemberontak akhirnya berhasil masuk dan membunuh Utsman.
Setelah Utsman terbunuh, orang-orang datang kepada Ali dan memintanya menjadi Khalifah. Meski mengetahui bahwa Kekhalifahan memang haknya dia mempertanyakan bagaimana mungkin saat dia membutuhkan dukungan mereka (setelah wafatnya Nabi) tak seorang pun mendukungnya, kini ketika tak seorang pun berani mengajukan diri mereka mendesak Ali untuk maju. Akhirnya Ali menyanggupi dengan syarat semua dapat menerima kebijakannya, antara lain mengganti para pejabat atau gubernur yang korup dan menerapkan keadilan tanpa pandang bulu.
Sayidina Ali mulai mencopot satu-satu pemimpin tiap propinsi yang tidak cakap dan amanah, mulai dari gubernur Medinah, Mesir, Basrah, Mekah hingga Damaskus (Suriah). Sayang Muawiyah, gubernur Suriah, sudah terlalu kuat dan sudah telanjur memperlakukan dirinya sebagai raja dengan pemerintahan dan pasukan yang kuat. Singkat cerita Muawiyah menolak baiat dan menyiapkan pasukannya melawan Ali.
Sementara itu, Talhah dan Zubair, yang kecewa karena Ali tidak mengangkat mereka sebagai gubernur baru, membujuk 'Aisyah, istri baginda Nabi, untuk melawan Ali dengan dalih Alilah yang bertanggung jawab atas kematian Utsman. Sebuah klaim yang terlalu tampak dibuat-buat mengingat usaha Ali yang begitu keras dalam melindungi dan mencegah Utsman dari serangan para pemberontak. Antara lain dengan mengirimkan Hasan dan Husain untuk menjaganya. Namun sayang sekali Talhah dan Zubair berhasil mempengaruhi Ummul Mukminin ra. Singkatnya kedua pasukan mulai berhadap-hadapan di Basrah. Aisyah berada di punggung unta dan karena itulah perang ini disebut Perang Jamal (unta). Sebelum terjadi fitnah (perang saudara), Ali berusaha membujuk pihak lawan untuk menghindari pertumpahan darah. Sayang usahanya tidak berhasil. Perang
tak terhindar. Talhah dan Zubair terbunuh, pasukan mereka kalah dan Siti Aisyah dipulangkan dengan hormat oleh Ali ke Madinah.
Berikutnya Muawiyah menyiapkan pasukannya untuk melawan Ali dan pasukannya di Siffin dan karenanya disebut Perang Siffin. Ketika hampir kalah, Amr bin 'Asy, penasihatnya yang pernah mengejar Ja'far bin Abi Thalib dan muhajir Muslim pertama ke Ethiopia, melakukan taktik perdamaian (truce). Dia mengusulkan supaya Quran ditancapkan di lembing pasukannya. Melihat itu pasukan Ali ragu-ragu untuk menuntaskan pertempuran. Ali menegaskan bahwa itu hanya tipu muslihat Muawiyah dan memerintahkan mereka untuk terus maju, namun sebagian pasukannya menolak dan secara sepihak menerima truce.
Kelompok pembangkang ini di kemudian hari dikenal sebagai Khawarij (Kharijites). Ali terpaksa menerimanya pula, namun segera dia menunjuk (Abdullah) Ibnu Abbas atau Malik bin Asytar sebagai arbitrator dari pihaknya tapi ditolak oleh para Khawarij ini. Mereka selanjutnya menunjuk sendiri pilihannya: Abu Musa al-'Asy'ari. Tokoh malang yang diturunkan Ali dari jabatan gubernur Basrah karena tidak cakap ini berhadapan dengan politikus ulung Machiavelis Amr bin 'Asy. Hasilnya bisa diperkirakan. Amr mengatakan bahwa demi perdamaian kedua pemimpin, Ali dan Muawiyah harus diturunkan. Amr mempersilakan Abu Musa mengambil kesempatan pertama mengumumkan pencopotan. Setelah itu, alih-alih menurunkan Muawiyah, Amr mengumumkan Muawiyah sebagai satu-satunya Khalifah karena Ali telah diturunkan Abu Musa.
Tidak puas dengan hasil arbitrasi ini, kelompok yang belakangan disebut Khawarij ini, secara terang-terangan memisahkan diri. Sejak saat itulah mereka disebut Khawarij (orang-orang yang keluar, memisahkan diri).
Orang-orang Khawarij ini selanjutnya mengatur rencana. Menurut mereka kekacauan terjadi karena ulah 3 orang: Ali, Muawiyah dan Amr bin Asy. Karena itu ketiganya mesti dibunuh. Tiga orang diutus ke tiga tempat untuk membunuh mereka. Muawiyah dan Amr lolos dari eksekusi namun menyedihkan Ibnu Muljam berhasil membunuh Sayidina Ali. Ketika masuk masjid Kufah untuk mengimami salat Subuh, ia menemukan Ibnu Muljam tidur telungkup dan Imam membangunkannya, mengingatkannya bahwa tidurnya tidak tepat dan mengatakan bahwa ia "mengendus" niat buruk pada dirinya. Saat Imam Ali sedang ruku, Ibnu Muljam yang salat di belakang Imam menebaskan pedang beracunnya pada
kepala Ali. Sayidina Ali berseru, "Fuztu bi rabbil Ka'bah" (Demi Tuhan Ka'bah, aku telah berhasil). Kata-kata ini ia ucapkan karena permohonannya kepada Allah agar ia tidak mati di tempat tidur tapi wafat sebagai syahid. Dan Allah mengabulkannya. Kejadian ini berlangsung pada malam 19 Ramadan. Dua hari kemudian beliau wafat. Sebelum wafat, ia berwasiat, antara lain agar Ibnu Muljam hanya dihukum sesuai dengan hukum Islam, tidak kurang tidak lebih. Tubuhnya tidak boleh dirusak atau dicabik-cabik atau diperlakukan tidak hormat.
Kini kekhilafahan (imamah) berada di tangan Hasan ra. Namun Hasan menghadapi lebih banyak lagi kendala. Dia mewarisi pengikut dan pasukan Ali yang terdiri dari tiga kelompok:
- kelompok pengikut sejati yang disebut Syiah Ali
- kelompok Khawarij
- kelompok yang tidak menyukai Muawiyah tapi tidak berarti pengikut setia Ali/Hasan.
Muawiyah sudah terbiasa melakukan apa saja agar tujuannya tercapai (machiavelis). Kuncinya hanya uang atau pedang. Sekiranya orang tidak dapat dibeli dengan uang, maka pedanglah satu-satunya jalan. Muawiyah mengirimkan banyak intruders dan mata-mata ke Kufah. Mereka bertugas memata-matai dan mencatat segala aktifitas Hasan dan para pengikutnya di Kufah dan melaporkannya kepada Muawiyah di Syam. Tahap berikutnya mereka ditugasi menyuap orang-orang yang dapat dibeli terutama mereka yang berada dalam lapisan bawah pasukannya. Taktik ini berjalan mulus begitu rupa sehingga dari 12,000 pasukannya yang siap berhadapan dengan Muawiyah di Sabat, 8000
orang melakukan disersi dan berbalik memihak Muawiyah. Pukulan terbesar buat Hasan adalah ketika Ubaydullah bin Ziyad, komandannya dan Imam Ali di Iran (Rayy?) menyeberang ke pihak Muawiyah. Muawiyah berhasil meyakinkannya dengan dalih mereka memiliki ayah yang sama: Abu Sufyan.
Dengan hati berat dan, seperti apa yang dialami ayahnya, demi persatuan umat Hasan menerima usulan perjanjian yang ditawarkan Muawiyah dengan catatan:
- Muawiyah harus mengikuti Quran dan Sunnah
- Kekhalifahan diserahkan kepada Hasan sepeninggal Muawiyah dan tidak mewariskannya kepada anaknya
- Muawiyah harus melindungi pengikut Hasan dan keluarganya
- dst
Perjanjian ini disetujui Muawiyah untuk selanjutnya di belakang hari dilanggarnya secara sepihak. Hasan selanjutnya kembali ke Madinah. Namun Muawiyah, tidak hanya melanggar perjanjian, dia pun mengupah salah seorang istri Hasan, Ju'dah bin Asy-asy (belakangan diketahui sebagai adik salah seorang Khariji), untuk membunuh Hasan. Dia dijanjikan hadiah uang dalam jumlah banyak dan pernikahan dengan Yazid. Hasan wafat setelah makanannya diracuni. Ju'dah memperoleh uangnya namun ketika dia menuntut dinikahkan dengan Yazid, Muawiyah berkilah kalau cucu Nabi dan putra Ali saja dia bunuh apa jaminannya hal yang sama tidak akan ia lakukan terhadap seorang yang
hanya anak Muawiyah.
Hasan wafat dan ketika pemakaman disiapkan baginya di sisi makam Nabi, Muawiyah dan para musuhnya menolak. Akhirnya beliau dimakamkan di Jannatul Baqi.
Rekan-rekan sekalian,
Terilhami oleh rekan Gary yang dengan rendah hati merasa belum banyak tahu sejarah setelah wafatnya Baginda Nabi, berikut ini saya kirimkan kembali ringkasan sejarah yang saya kirimkan kepadanya -- sejauh ini -- dalam 3 bagian. Kepada anda, tiga bagian itu saya gabungkan menjadi satu. Besok, saya akan tuntaskan bagian terakhir hingga wafatnya Husain. Mudah-mudahan anda tidak bosan, segan dan punya semangat yang sama seperti Bang Gary untuk mengetahui perjalanan sejarah agama kita.
Wassalam,
Abdi
Sejarah Ringkas Setelah Wafat Rasulullah SAAW
Sekadar untuk referensi sementara, silakan merujuk ke:
http://en.wikipedia.org/wiki/The_Succession_to_Muhammad
dan
http://en.wikipedia.org/wiki/Succession_to_Muhammad#An_overview_of_events
dan coba lakukan self-research.
Tak lama setelah Rasul SAAW wafat, pada saat keluarga dekatnya yang dipimpin oleh Sayidina Ali tengah melakukan persiapan sebelum pemakaman, para sahabat Anshar ('Aus dan Khazraj) sedang melakukan pertemuan di satu tempat bernama Saqifah Bani Sa'idah (disingkat Saqifah saja). Umar, Abu Bakar dan beberapa orang sahabat lain, segera datang bergabung. Singkatnya dalam pertemuan itu Abu Bakar terpilih sebagai pemimpin setelah terjadi perdebatan seru.
Setelah Nabi dimakamkan, Ali kw protes kepada Abu Bakar namun Abu Bakar memberikan alasan-alasan mengapa ia tidak dipilih. Semua alasan itu dipatahkan oleh Ali. Protes Ali berlangsung terus antara lain dalam bentuk penolakan baiat (pay allegiance) setidaknya hingga 6 bulan, yakni hingga wafatnya Fatimah binti Rasul. Namun Ali dihadapkan pada dua masalah: terus menuntut haknya sebagai Khalifah dengan resiko tanpa pendukung dan kemungkinan perang saudara (civil war = fitnah) atau berhenti menuntut demi persatuan umat. Ini bisa jadi dilihat bukan sebagai fakta tapi opini. Namun, sejarah membuktikan Ali tidak memberontak dan memilih menghindar dari
politik kecuali saat diminta pendapatnya oleh Khalifah atau saat melihat kemungkinan terjadinya penyimpangan hukum. Di luar itu dia menyibukkan dirinya melakukan kompilasi al-Quran.
Abu Bakar wafat. Sebelum meninggal dia membuat surat wasiat bahwa Umar adalah Khalifah berikutnya. Kembali Ali protes tapi ujung-ujungnya sama: dihadapkan pada dua pilihan.
Umar terbunuh. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, dia menunjuk 6 orang "Ahlul Halli wal Aqdi", badan konsultasi yang akan menunjuk Khalifah pengganti diantara mereka. Termasuk kedalamnya: Ali, Utsman, Talhah, Zubair, Abdurrahman bin 'Auf dan satu lagi yang saya lupa. Pendeknya terpilih 2 nama: Ali dan Utsman. Umar berpesan kalau 2 orang sudah terpilih (shortlisted) keputusan pemilihan diserahakan kepada Ibn 'Auf berdasarkan pertanyaan antara lain: apakah calon Khalifah akan menjalankan
pemerintahannya berdasarkan al-Quran, Sunnah Rasul dan mengikuti serta meneruskan tradisi kedua Khalifah sebelumnya. Ali hanya menjawab ya untuk dua hal yang pertama sementara Utsman menjawab ya untuk semuanya. Untuk itulah selanjutnya Utsman dipilih sebagai Khalifah ketiga.
Sejarah sepakat menyebutkan bahwa pemerintahan Utsman ditandai dengan banyaknya keterlibatan keluarganya dalam posis pemerintahan dan pengelolaan baitul mal. Begitu rupa hingga penduduk Madinah tidak bisa lebih lam lagi menerma itu dan mereka memberontak. Setelah segala usaha gagal untuk membendung amuk masaa Utsman akhirnya terkepung di istananya, tanpa akses terhadap makanan dan minuman. Sayidina Ali mengirim kedua putranya: Hasan dan Husain yang karenanya dapat menerobos blokade dan setidaknya memberi Utsman akses terhadap makanan dan minuman. Tapi hal ini tidak berlangsung lama, para pemberontak akhirnya berhasil masuk dan membunuh Utsman.
Setelah Utsman terbunuh, orang-orang datang kepada Ali dan memintanya menjadi Khalifah. Meski mengetahui bahwa Kekhalifahan memang haknya dia mempertanyakan bagaimana mungkin saat dia membutuhkan dukungan mereka (setelah wafatnya Nabi) tak seorang pun mendukungnya, kini ketika tak seorang pun berani mengajukan diri mereka mendesak Ali untuk maju. Akhirnya Ali menyanggupi dengan syarat semua dapat menerima kebijakannya, antara lain mengganti para pejabat atau gubernur yang korup dan menerapkan keadilan tanpa pandang bulu.
Sayidina Ali mulai mencopot satu-satu pemimpin tiap propinsi yang tidak cakap dan amanah, mulai dari gubernur Medinah, Mesir, Basrah, Mekah hingga Damaskus (Suriah). Sayang Muawiyah, gubernur Suriah, sudah terlalu kuat dan sudah telanjur memperlakukan dirinya sebagai raja dengan pemerintahan dan pasukan yang kuat. Singkat cerita Muawiyah menolak baiat dan menyiapkan pasukannya melawan Ali.
Sementara itu, Talhah dan Zubair, yang kecewa karena Ali tidak mengangkat mereka sebagai gubernur baru, membujuk 'Aisyah, istri baginda Nabi, untuk melawan Ali dengan dalih Alilah yang bertanggung jawab atas kematian Utsman. Sebuah klaim yang terlalu tampak dibuat-buat mengingat usaha Ali yang begitu keras dalam melindungi dan mencegah Utsman dari serangan para pemberontak. Antara lain dengan mengirimkan Hasan dan Husain untuk menjaganya. Namun sayang sekali Talhah dan Zubair berhasil mempengaruhi Ummul Mukminin ra. Singkatnya kedua pasukan mulai berhadap-hadapan di Basrah. Aisyah berada di punggung unta dan karena itulah perang ini disebut Perang Jamal (unta). Sebelum terjadi fitnah (perang saudara), Ali berusaha membujuk pihak lawan untuk menghindari pertumpahan darah. Sayang usahanya tidak berhasil. Perang
tak terhindar. Talhah dan Zubair terbunuh, pasukan mereka kalah dan Siti Aisyah dipulangkan dengan hormat oleh Ali ke Madinah.
Berikutnya Muawiyah menyiapkan pasukannya untuk melawan Ali dan pasukannya di Siffin dan karenanya disebut Perang Siffin. Ketika hampir kalah, Amr bin 'Asy, penasihatnya yang pernah mengejar Ja'far bin Abi Thalib dan muhajir Muslim pertama ke Ethiopia, melakukan taktik perdamaian (truce). Dia mengusulkan supaya Quran ditancapkan di lembing pasukannya. Melihat itu pasukan Ali ragu-ragu untuk menuntaskan pertempuran. Ali menegaskan bahwa itu hanya tipu muslihat Muawiyah dan memerintahkan mereka untuk terus maju, namun sebagian pasukannya menolak dan secara sepihak menerima truce.
Kelompok pembangkang ini di kemudian hari dikenal sebagai Khawarij (Kharijites). Ali terpaksa menerimanya pula, namun segera dia menunjuk (Abdullah) Ibnu Abbas atau Malik bin Asytar sebagai arbitrator dari pihaknya tapi ditolak oleh para Khawarij ini. Mereka selanjutnya menunjuk sendiri pilihannya: Abu Musa al-'Asy'ari. Tokoh malang yang diturunkan Ali dari jabatan gubernur Basrah karena tidak cakap ini berhadapan dengan politikus ulung Machiavelis Amr bin 'Asy. Hasilnya bisa diperkirakan. Amr mengatakan bahwa demi perdamaian kedua pemimpin, Ali dan Muawiyah harus diturunkan. Amr mempersilakan Abu Musa mengambil kesempatan pertama mengumumkan pencopotan. Setelah itu, alih-alih menurunkan Muawiyah, Amr mengumumkan Muawiyah sebagai satu-satunya Khalifah karena Ali telah diturunkan Abu Musa.
Tidak puas dengan hasil arbitrasi ini, kelompok yang belakangan disebut Khawarij ini, secara terang-terangan memisahkan diri. Sejak saat itulah mereka disebut Khawarij (orang-orang yang keluar, memisahkan diri).
Orang-orang Khawarij ini selanjutnya mengatur rencana. Menurut mereka kekacauan terjadi karena ulah 3 orang: Ali, Muawiyah dan Amr bin Asy. Karena itu ketiganya mesti dibunuh. Tiga orang diutus ke tiga tempat untuk membunuh mereka. Muawiyah dan Amr lolos dari eksekusi namun menyedihkan Ibnu Muljam berhasil membunuh Sayidina Ali. Ketika masuk masjid Kufah untuk mengimami salat Subuh, ia menemukan Ibnu Muljam tidur telungkup dan Imam membangunkannya, mengingatkannya bahwa tidurnya tidak tepat dan mengatakan bahwa ia "mengendus" niat buruk pada dirinya. Saat Imam Ali sedang ruku, Ibnu Muljam yang salat di belakang Imam menebaskan pedang beracunnya pada
kepala Ali. Sayidina Ali berseru, "Fuztu bi rabbil Ka'bah" (Demi Tuhan Ka'bah, aku telah berhasil). Kata-kata ini ia ucapkan karena permohonannya kepada Allah agar ia tidak mati di tempat tidur tapi wafat sebagai syahid. Dan Allah mengabulkannya. Kejadian ini berlangsung pada malam 19 Ramadan. Dua hari kemudian beliau wafat. Sebelum wafat, ia berwasiat, antara lain agar Ibnu Muljam hanya dihukum sesuai dengan hukum Islam, tidak kurang tidak lebih. Tubuhnya tidak boleh dirusak atau dicabik-cabik atau diperlakukan tidak hormat.
Kini kekhilafahan (imamah) berada di tangan Hasan ra. Namun Hasan menghadapi lebih banyak lagi kendala. Dia mewarisi pengikut dan pasukan Ali yang terdiri dari tiga kelompok:
- kelompok pengikut sejati yang disebut Syiah Ali
- kelompok Khawarij
- kelompok yang tidak menyukai Muawiyah tapi tidak berarti pengikut setia Ali/Hasan.
Muawiyah sudah terbiasa melakukan apa saja agar tujuannya tercapai (machiavelis). Kuncinya hanya uang atau pedang. Sekiranya orang tidak dapat dibeli dengan uang, maka pedanglah satu-satunya jalan. Muawiyah mengirimkan banyak intruders dan mata-mata ke Kufah. Mereka bertugas memata-matai dan mencatat segala aktifitas Hasan dan para pengikutnya di Kufah dan melaporkannya kepada Muawiyah di Syam. Tahap berikutnya mereka ditugasi menyuap orang-orang yang dapat dibeli terutama mereka yang berada dalam lapisan bawah pasukannya. Taktik ini berjalan mulus begitu rupa sehingga dari 12,000 pasukannya yang siap berhadapan dengan Muawiyah di Sabat, 8000
orang melakukan disersi dan berbalik memihak Muawiyah. Pukulan terbesar buat Hasan adalah ketika Ubaydullah bin Ziyad, komandannya dan Imam Ali di Iran (Rayy?) menyeberang ke pihak Muawiyah. Muawiyah berhasil meyakinkannya dengan dalih mereka memiliki ayah yang sama: Abu Sufyan.
Dengan hati berat dan, seperti apa yang dialami ayahnya, demi persatuan umat Hasan menerima usulan perjanjian yang ditawarkan Muawiyah dengan catatan:
- Muawiyah harus mengikuti Quran dan Sunnah
- Kekhalifahan diserahkan kepada Hasan sepeninggal Muawiyah dan tidak mewariskannya kepada anaknya
- Muawiyah harus melindungi pengikut Hasan dan keluarganya
- dst
Perjanjian ini disetujui Muawiyah untuk selanjutnya di belakang hari dilanggarnya secara sepihak. Hasan selanjutnya kembali ke Madinah. Namun Muawiyah, tidak hanya melanggar perjanjian, dia pun mengupah salah seorang istri Hasan, Ju'dah bin Asy-asy (belakangan diketahui sebagai adik salah seorang Khariji), untuk membunuh Hasan. Dia dijanjikan hadiah uang dalam jumlah banyak dan pernikahan dengan Yazid. Hasan wafat setelah makanannya diracuni. Ju'dah memperoleh uangnya namun ketika dia menuntut dinikahkan dengan Yazid, Muawiyah berkilah kalau cucu Nabi dan putra Ali saja dia bunuh apa jaminannya hal yang sama tidak akan ia lakukan terhadap seorang yang
hanya anak Muawiyah.
Hasan wafat dan ketika pemakaman disiapkan baginya di sisi makam Nabi, Muawiyah dan para musuhnya menolak. Akhirnya beliau dimakamkan di Jannatul Baqi.
Tuesday, May 02, 2006
Childhood Islamic Education (part 1)
Dra, ayo kita coba berbagi pengalaman tentang merawat dan
membesarkan anak. Saya nggak tahu harus mulai dari mana. OK kita
mulai dari mana saja ya, sakainget kuring. Buat yang lain, saya
mohon punten kalau ini terlalu panjang dan boring. Just ignore it.
Yang saya ingat saya sudah menyiapkan nama-nama buat mereka sebelum
mereka lahir, saat mereka masih dalam kandungan. Nama penting dalam
Islam karena kata Baginda Nabi "beri anak-anakmu nama-nama yang baik
karena dengan itulah manusia akan dipanggil di Hari Akhir."
Karenanya orang sering menyalahkan Shakespeare dengan pernyataannya
dalam Romeo and Juliet, "What's in a name? That which we call a rose
by any other word would smell as sweet". Tetapi sebetulnya
membandingkan dengan apa yang dikatakannya itu out of context.
Pernyataan Bang Shakes ini bagus untuk mereka yang terlalu
particular sama barang atau merek tertentu padahal esensinya sama.
Tapi ini jangan dijadikan senjata buat menolak permintaan istri akan
parfum Gucci, Chanel, Givenchy, etc dan berdalih "What's in a name?"
lalu dibelikanlah parfum merek "Si Nyong-Nyong" atau cap "Putri
Duyung". Only when you are broke you can do so :-).
Saya juga mengikuti saran para psikolog dan tradisi Islam bahwa
mereka mulai diperdengarkan dengan suara-suara yang baik saat mereka
berada dalam kandungan. Dan ini hanya pilihan saya, anda tidak harus
mengikuti, yakni disamping saya lantunkan ayat-ayat suci Quaran, doa-
doa yang baik terutama dari Baginda Nabi dan para Ulil Amri saaw
(khususnya doa Sahifah Sajadiah yang jadi kojo/favorit istri saya),
juga kami perdengarkan musik-musik klasik dan musik-musik yang
soothing dan relaxing. Si jabang bayi dalam perut pun kami ajak
berdialog seakan-akan dia sudah bisa nembalan (me-respond). Dengan
begini kita sudah membangun hubungan spiritual dan emosional yang
baik sejak dini.
Tujuh tahun pertama saat yang penting. Dua tahun pertama lebih
penting lagi terutama dalam perkembangan kecerdasan/otak. Quran
menggariskan agar menyapih anak setelah 2 tahun. Selama 2 tahun itu
pula anak kami disusui hanya dengan ASI. Susu ibu bagus untuk anak
ibu, susu sapi bagus untuk anak sapi. Apapun yang terjadi mereka
harus mengkonsumsi penuh ASI. Kalau tidak penting tentunya Quran
tidak akan sespesifik seperti itu. Saya ingat satu peristiwa entah
kenapa supplai ASI istri menurun. Ortu kami bilang daun Katuk
(forget its latin name, nama ini pun saya nggak yakin bener) is
bedes eh the best untuk meningkatkan suplai ASI. Maka dengan
mengendarai motor Pak Pos Suzuki A-100 saya jelajahi setiap pasar di
pagi buta, mulai Pasar Kircon, Kosambi, Baru, Ciroyom sampai Pasar
Cibadak. Ini karena daun itu termasuk langka dan kalaupun ada akan
cepat habis diborong orang. Sejak itu, kami tanam daun Katuk di
halaman rumah to make sure we were not out of supply.
Ternyata khasiat 2 tahun ASI itu bukan isapan jempol (how can I say
so when I know it is from the Quran!!) kalau melihat perkembangan,
kemajuan dan prestasi mereka sekarang. Kadang I am myself amazed.
Kalau mau ngambil kredit saya bilang, tuh `kan kalian dapet good
genes dari aku. No way, kata mereka, kami jadi seperti ini karena
Bunda menyusui penuh dan memberi kami makan banyak hati !!. Bener
juga sih, soalnya achievements mereka excellent, so much so that
they even completely beat me. Well, akhirnya saya teringat si daun
Katuk itu dan lebih-lebih the magnificent ASI!!
Hal lain yang kami jalankan dan ajarkan kepada anak sejak usia dini
ini antara lain independensi. Setelah mereka disapih, mereka kami
tempatkan dikamar mereka sendiri. Nisa dan Ali terpaut 2.5 tahun.
Ketika adiknya lahir, Nisa sudah tidur sendiri di kamarnya. Saat dia
usia 5, adiknya yang baru 2 tahun menemaninya di kamar yang sama.
Namun kami tidak lupa bahwa mereka hanya boleh bersama hingga Nisa
berusia 7 atau paling tidak hingga Ali berusia 7 juga. Buat mereka
yang punya 2 anak berkelamin sama, aturan ini tentunya tidak terlalu
berlaku. Melatih independensi ini kami anggap penting mengingat ini
nilai yang masih rada langka dalam masyarakat kita, terutama di usia
dini. Saya masih menemukan ortu yang selain membiarkan anaknya
menyusu atau bahkan mengempeng hinga usia telat (4-5 tahun) juga
mengijinkan mereka tidur bersama ortunya. Quran menyebutkan ada
waktu-waktu privasi bagi ortu dimana anak-anak harus mengetuk pintu
untuk masuk pada waktu-waktu tersebut. Membiarkan anak-anak tinggal
sekamar hingga usia di atas apalagi hingga 7-8 tahun selain tidak
mengikuti anjuran Quran juga tidak mendukung usaha mengajarkan
independensi pada anak.
Sekolah! Sekarang kita masuk bagian yang kritis. Seperti berkali-
kali saya katakan, saya tidak percaya dengan "Kawah Candradimuka".
Baik, disamping itu sebuah legenda dan hanya cocok untuk Gatotkaca,
realita selalu JAUH lebih kompleks daripada legenda. Karena itu,
meski kita terus berusaha mencarikan sekolah yang terbaik kita tetap
harus ingat tentang pentingnya keterlibatan kita, ortu, dalam
pendidikan mereka. Seperti kebanyakan orang, saya pun kurang sreg
dengan sekolah negeri. Terbalik dengan di Kanada sini. Entah kenapa
waktu itu Istiqamah lah pilihan saya. Menyesal, Muthahhari pada
waktu itu hanya punya SMA, no SD, no SMP. Beberapa kawan tergoda
untuk menyekolahkan anak-anaknya di sekolah Katolik dengan dalih
mereka lebih bagus. Terlepas dari pro dan kontra, saya mencoba
berpikir lebih "suprastruktural". Saya katakan kepada istri dan
kawan-kawan selama metoda pendidikan di negeri ini masih amatiran
seperti ini, tidak ada perbedaan yang signifikan antara
menyekolahkan anak di sekolah Katolik atau swasta "unggulan" lain
dengan sekolah Islam, Istiqamah atau sekolah negeri. Metoda
pendidkan di negeri ini harus dirombak secara radikal dan dibuat
lebih tepat sasaran. Selama itu tidak dilakukan, memilih sekolah di
Indo sama saja antara membeli parfum Si-Nyong-Nyong atau Putri
Duyung. Saya bilang, peperiheun kualitas nya sama saja, setidaknya
kita pilih yang ada kurikulum Islamnya. Mengapa? Ini pertanyaan Ali,
anak saya, saat ini sehubungan dengan keputusan saya memasukkan
mereka ke Sunday School (Madrasah Minggu) di Kanada.
Seperti halnya kita tidak merasa cukup dengan hanya mengandalkan
sekolah dalam mengantarkan anak ke masa depannya, begitu pula
sebaliknya. Kita tidak boleh merasa cukup dengan mendidik anak
sendiri di rumah. OK kita punya contoh bagus tentang otodidak dari
Buya Hamka, Einstein yang dikeluarkan dari SD dan malah dapat PhD
dari Universitas Zurich, Newton yang waktu teenager dikeluarkan
ibunya dari sekolah supaya jadi petani dan malah lulus Universitas
Cambridge, atau Leeuwenhoek penemu mikroba yang cuma mengecap
sekolah SD dan hanya bicara bahasa Belanda tapi bisa jadi anggota
elit Royal Society karena penemuannya, dll. Kebanyakan manusia
adalah rata-rata, seperti dalam sebaran Gauss, yang paling pintar,
yang tahu tanpa diberitahu hanya sedikit, hanya di sebaran kecil
sebelah kiri. Yang retarded, terbelakang, bodoh juga hanya sedikit,
berada di sebaran kecil sebelah kanan. Sisanya yang membentuk
sebaran utama Gauss adalah manusia rata-rata. Karena itu perlu ada
lembaga/institusi pendidikan dimana hasil kolektif pemikiran,
penelitian dan pengalaman dicoba distandarkan dalam bentuk
pengajaran. Dengan cara ini pendidikan dapat dimaksimalkan. Begitu
pula dengan pendidikan agama, rumah bisa memberikan sejauh yang
tidak diberikan sekolah dan sebaliknya sekolah memberikan sesuatu
yang tidak diajarkan di rumah. Sekolah dan rumah menjadi
komplementer, saling mengisi satu sama lain.
Pendeknya mereka sekolah di Istiqamah dengan segala kelebihan dan,
terutama, kekurangannya. Nisa di SD, Ali di TK. Mereka di situ
sampai tahun 1995, hingga Nisa kelas 2 dan saat Ali baru mulai TK.
Tahun itu kami pergi ke Inggris dimana untuk pertama kalinya mereka
sekolah di Barat, Ali di sekolah persiapan masuk kelas satu, Nisa di
kelas 3. Inilah pertama kalinya anak-anak belajar independensi di
sekolah, di luar rumah, mengapa? Karena di Indonesia, khususnya di
Istiqamah, para ortu tidak sekejap pun meninggalkan anaknya,
menitipkan dan mempercayakannya kepada sekolah. Alih-alih mereka,
khususnya para ibu, bergerombol di dekat kelas dan kalau perlu
mengintip kegiatan anak di dalam kelas. Dan sekolah pun tidak punya
nyali untuk mempersilakan, untuk tidak mengatakan mengusir, mereka
pulang. Di UK dan saya yakin di negeri Barat lainnya, ortu
mengantarkan anak hingga halte bis sekolah atau mengantarkan sendiri
hingga gerbang sekolah, setelah itu terserah anda… eh sekolah.
Terserah para pendidik. Saya kira inilah yang membuat masyarakat
kita sulit independent. Di rumah anak-anak terus tidur bersama ortu,
di sekolah mereka ditunggui, bahkan ketika anak-anak punya acara
berkemah dengan para guru dan rekan-rekan sekolahnya, para ortu
tidak ketinggalan menemani dan ikut camping. What a wonderful world!
Tahun 1996 kami balik lagi ke Indo, dan Nisa serta Ali kembali masuk
Istiqamah. Sebelum mereka lulus SD, tahun 2000 mereka harus menyusul
ayahnya ke Brazil. Sekarang mereka masuk dunia lain, dunia yang
secara terang-terangan mengeluarkan agama dari pelajaran sekolah.
Secara kebetulan, mendukung usaha kami untuk membuat mereka
mandiri/independent, Nisa masuk sekolah yang tidak sama dengan Ali
meski keduanya swasta. Nisa di Mater Dei di kelas 6 dan Ali di
Monteiro Lobato di kelas 3. Orang bilang, Mater Dei lebih liberal
(meski namanya berarti Ibu Tuhan: Maria) sedang Monteiro lebih
konserfatif. Whatever they are keduanya tidak memasukkan pendidikan
agama dalam kurikulumnya. Nah ini dia, tugas dan tantangan yang
lebih berat buat kami para ortu, terutama menyadari betapa liberal
dan hedonistic-nya masyarakat Brazil. Betul ini negeri Katolik
terbesar di dunia yang mestinya sangat relijius. Tak lebih dari
sekadar kata-kata dimulut seperti, "Meu Deus", "Nossa Senhora", "Vai
com Deus", "Se Deus quiser", orang-orang Brazil praktis
sekular. "Agama" bola dan Samba lebih merata dijalankan ketimbang
Katolik. Tentu saja terlepas dari kenyataan bahwa mereka adalah
bangsa yang extremely ramah dan helpful.
Apa yang saya lakukan? Meski kelihatannya seperti Daud (David)
melawan Jalut (Goliath), saya mencoba memberikan pengajaran agama di
rumah: mengaji sehari atau 2 hari sekali dan berdiskusi agama setiap
akhir minggu. Setiap libur yang bertepatan dengan Jumat mereka kami
bawa ke masjid di kota terdekat untuk salat Jumat. Begitu pula pada
saat Idul Fitri dan Idul Adha. Meski saya tidak tahu seberapa jauh
efektifitas Daud melawan Jalut ini, setidaknya ada yang tampak di
luar. Di bulan Ramadan, tanpa kami suruh atau paksa, mereka berpuasa
hampir penuh sebulan. Sebuah praktek yang bahkan orang Brazil pun
tidak habis pikir. Pernah suatu saat mereka bertanya, anda puasa
tapi anda boleh minum `kan? He..he.. What a wonderful world!
Lebih mengkhawatirkan lagi di Brazil ini adalah soal pergaulan,
hubungan antara lelaki dan perempuan. Anak-anak sudah terbiasa
dengan kehidupan yang bukan saja tanpa segregasi tetapi juga berbaur
penuh hampir tanpa batas. Di sekolah-sekolah anak remaja lelaki dan
perempuan berpasangan, berpacaran dan, maaf, berciuman. How are you
going to control this environment? Di rumah Daud berusaha menanamkan
moralitas itu dengan menekankan integritas, kepercayaan dan kesucian
diri. Berulangkali kami tekankan bahwa ortu is helpless dan tidak
tahu apa yang terjadi di sekolah. Namun, kami katakan bahwa kalau
boleh kita rangkum dalam satu kata, Islam itu adalah kepercayaan.
Untuk menjadi Muslim sejati, kalian harus dapat menumbuhkan trust,
kepercayaan, karena inilah satu-satunya bekal yang akan ditanya-Nya
di Hari Kiamat, sebagaimana Quran mengatakan bahwa mulut kita tidak
dapat membela diri karena seluruh anggota tubuh kita akan bersaksi.
Rasul pun pernah merangkumkan ajaran Islam hanya dalam satu kata
ketika ditanya seorang yang bari masuk Islam: Islam itu kejujuran
atau tidak berdusta. Dan hal yang kelihatannya mudah dilakukan itu
ternyata sulit, namun membuatnya terhindar dari fahsya wal munkar
(maksiat dan dosa).
Kami pun menekankan betapa pentingnya memiliki integritas, pribadi
yang teguh, jujur, bisa dipercaya, dapat diandalkan, tidak mudah
terbawa pengaruh buruk, kerja keras dan peduli terhadap orang lain.
Inilah yang coba kami tanamkan tanpa kenal lelah: menumbuhkan
kesadaran, hingga kini. Kesadaran bahwa untuk setiap perbuatan yang
kita lakukan ada perhitungannya (accountability), akan ditanya,
bukan oleh ortu, bukan oleh polisi, tapi oleh Yang Maha Melihat dan
Mengetahui. Usaha yang tidak mudah. Jangankan anak-anak, orang
dewasa pun seringkali sulit menjalani yang satu ini. Sekiranya
mudah, tentulah semua kita sudah menjadi taqwa atau muhsin, orang
yang berihsan, yakni yang memiliki kesadaran bahwa Allah senantiasa
mengawasinya. Karena itu reminder, pengingat, penting untuk terus
diberikan. Jangan pernah bosan mengingatkan mereka dan jangan pula
bosan untuk diingatkan. Inilah constant effort yang menjadi
prioritas utama dalam pendidikan keluarga.
Orang sering dengan mudah mengatakan, "gampang, suruh saja mereka
salat dan puasa, pasti semuanya beres". Well, saya tidak termasuk
yang begitu saja menerima itu tanpa penjelasan. Kalau begitu
mestinya negeri kita ini adalah negeri yang paling makmur karena
kebanyakan orang tidak korupsi, tidak KKN, karena peraturan tegak
dengan dilakukannya salat, puasa dan haji. Kenyataan justru
menunjukkan sebaliknya. Mengapa? Karena orang melakukan semua itu
tanpa kesadaran. Salat dan puasa yang tidak dapat mencegah kekejian
dan kemungkaran. Salat, puasa dan haji sekarang hanya seperti
pakaian buat tubuh kita, hanya pembungkus, hanya baju si Abdi dan
bukan si Abdi yang sebenarnya. Mereka seperti jasad tanpa ruh, tanpa
jiwa, tanpa hati, hanya zombie, dead body yang berjalan ke sana ke
mari tanpa perasaan. Menumbuhkan kesadaran, merawat hati nurani,
menjaga consciousness, awareness, Nabi atau Imam dalam diri kita
agar dengan tegas dapat menunjukkan yang salah itu salah dan yang
benar itu benar (bukan motto-nya koran PR), adalah usaha keras kita
seumur hidup.
Saya keletihan nih, Dra. Nanti kita sambung lagi.
Wassalam,
Abdi
membesarkan anak. Saya nggak tahu harus mulai dari mana. OK kita
mulai dari mana saja ya, sakainget kuring. Buat yang lain, saya
mohon punten kalau ini terlalu panjang dan boring. Just ignore it.
Yang saya ingat saya sudah menyiapkan nama-nama buat mereka sebelum
mereka lahir, saat mereka masih dalam kandungan. Nama penting dalam
Islam karena kata Baginda Nabi "beri anak-anakmu nama-nama yang baik
karena dengan itulah manusia akan dipanggil di Hari Akhir."
Karenanya orang sering menyalahkan Shakespeare dengan pernyataannya
dalam Romeo and Juliet, "What's in a name? That which we call a rose
by any other word would smell as sweet". Tetapi sebetulnya
membandingkan dengan apa yang dikatakannya itu out of context.
Pernyataan Bang Shakes ini bagus untuk mereka yang terlalu
particular sama barang atau merek tertentu padahal esensinya sama.
Tapi ini jangan dijadikan senjata buat menolak permintaan istri akan
parfum Gucci, Chanel, Givenchy, etc dan berdalih "What's in a name?"
lalu dibelikanlah parfum merek "Si Nyong-Nyong" atau cap "Putri
Duyung". Only when you are broke you can do so :-).
Saya juga mengikuti saran para psikolog dan tradisi Islam bahwa
mereka mulai diperdengarkan dengan suara-suara yang baik saat mereka
berada dalam kandungan. Dan ini hanya pilihan saya, anda tidak harus
mengikuti, yakni disamping saya lantunkan ayat-ayat suci Quaran, doa-
doa yang baik terutama dari Baginda Nabi dan para Ulil Amri saaw
(khususnya doa Sahifah Sajadiah yang jadi kojo/favorit istri saya),
juga kami perdengarkan musik-musik klasik dan musik-musik yang
soothing dan relaxing. Si jabang bayi dalam perut pun kami ajak
berdialog seakan-akan dia sudah bisa nembalan (me-respond). Dengan
begini kita sudah membangun hubungan spiritual dan emosional yang
baik sejak dini.
Tujuh tahun pertama saat yang penting. Dua tahun pertama lebih
penting lagi terutama dalam perkembangan kecerdasan/otak. Quran
menggariskan agar menyapih anak setelah 2 tahun. Selama 2 tahun itu
pula anak kami disusui hanya dengan ASI. Susu ibu bagus untuk anak
ibu, susu sapi bagus untuk anak sapi. Apapun yang terjadi mereka
harus mengkonsumsi penuh ASI. Kalau tidak penting tentunya Quran
tidak akan sespesifik seperti itu. Saya ingat satu peristiwa entah
kenapa supplai ASI istri menurun. Ortu kami bilang daun Katuk
(forget its latin name, nama ini pun saya nggak yakin bener) is
bedes eh the best untuk meningkatkan suplai ASI. Maka dengan
mengendarai motor Pak Pos Suzuki A-100 saya jelajahi setiap pasar di
pagi buta, mulai Pasar Kircon, Kosambi, Baru, Ciroyom sampai Pasar
Cibadak. Ini karena daun itu termasuk langka dan kalaupun ada akan
cepat habis diborong orang. Sejak itu, kami tanam daun Katuk di
halaman rumah to make sure we were not out of supply.
Ternyata khasiat 2 tahun ASI itu bukan isapan jempol (how can I say
so when I know it is from the Quran!!) kalau melihat perkembangan,
kemajuan dan prestasi mereka sekarang. Kadang I am myself amazed.
Kalau mau ngambil kredit saya bilang, tuh `kan kalian dapet good
genes dari aku. No way, kata mereka, kami jadi seperti ini karena
Bunda menyusui penuh dan memberi kami makan banyak hati !!. Bener
juga sih, soalnya achievements mereka excellent, so much so that
they even completely beat me. Well, akhirnya saya teringat si daun
Katuk itu dan lebih-lebih the magnificent ASI!!
Hal lain yang kami jalankan dan ajarkan kepada anak sejak usia dini
ini antara lain independensi. Setelah mereka disapih, mereka kami
tempatkan dikamar mereka sendiri. Nisa dan Ali terpaut 2.5 tahun.
Ketika adiknya lahir, Nisa sudah tidur sendiri di kamarnya. Saat dia
usia 5, adiknya yang baru 2 tahun menemaninya di kamar yang sama.
Namun kami tidak lupa bahwa mereka hanya boleh bersama hingga Nisa
berusia 7 atau paling tidak hingga Ali berusia 7 juga. Buat mereka
yang punya 2 anak berkelamin sama, aturan ini tentunya tidak terlalu
berlaku. Melatih independensi ini kami anggap penting mengingat ini
nilai yang masih rada langka dalam masyarakat kita, terutama di usia
dini. Saya masih menemukan ortu yang selain membiarkan anaknya
menyusu atau bahkan mengempeng hinga usia telat (4-5 tahun) juga
mengijinkan mereka tidur bersama ortunya. Quran menyebutkan ada
waktu-waktu privasi bagi ortu dimana anak-anak harus mengetuk pintu
untuk masuk pada waktu-waktu tersebut. Membiarkan anak-anak tinggal
sekamar hingga usia di atas apalagi hingga 7-8 tahun selain tidak
mengikuti anjuran Quran juga tidak mendukung usaha mengajarkan
independensi pada anak.
Sekolah! Sekarang kita masuk bagian yang kritis. Seperti berkali-
kali saya katakan, saya tidak percaya dengan "Kawah Candradimuka".
Baik, disamping itu sebuah legenda dan hanya cocok untuk Gatotkaca,
realita selalu JAUH lebih kompleks daripada legenda. Karena itu,
meski kita terus berusaha mencarikan sekolah yang terbaik kita tetap
harus ingat tentang pentingnya keterlibatan kita, ortu, dalam
pendidikan mereka. Seperti kebanyakan orang, saya pun kurang sreg
dengan sekolah negeri. Terbalik dengan di Kanada sini. Entah kenapa
waktu itu Istiqamah lah pilihan saya. Menyesal, Muthahhari pada
waktu itu hanya punya SMA, no SD, no SMP. Beberapa kawan tergoda
untuk menyekolahkan anak-anaknya di sekolah Katolik dengan dalih
mereka lebih bagus. Terlepas dari pro dan kontra, saya mencoba
berpikir lebih "suprastruktural". Saya katakan kepada istri dan
kawan-kawan selama metoda pendidikan di negeri ini masih amatiran
seperti ini, tidak ada perbedaan yang signifikan antara
menyekolahkan anak di sekolah Katolik atau swasta "unggulan" lain
dengan sekolah Islam, Istiqamah atau sekolah negeri. Metoda
pendidkan di negeri ini harus dirombak secara radikal dan dibuat
lebih tepat sasaran. Selama itu tidak dilakukan, memilih sekolah di
Indo sama saja antara membeli parfum Si-Nyong-Nyong atau Putri
Duyung. Saya bilang, peperiheun kualitas nya sama saja, setidaknya
kita pilih yang ada kurikulum Islamnya. Mengapa? Ini pertanyaan Ali,
anak saya, saat ini sehubungan dengan keputusan saya memasukkan
mereka ke Sunday School (Madrasah Minggu) di Kanada.
Seperti halnya kita tidak merasa cukup dengan hanya mengandalkan
sekolah dalam mengantarkan anak ke masa depannya, begitu pula
sebaliknya. Kita tidak boleh merasa cukup dengan mendidik anak
sendiri di rumah. OK kita punya contoh bagus tentang otodidak dari
Buya Hamka, Einstein yang dikeluarkan dari SD dan malah dapat PhD
dari Universitas Zurich, Newton yang waktu teenager dikeluarkan
ibunya dari sekolah supaya jadi petani dan malah lulus Universitas
Cambridge, atau Leeuwenhoek penemu mikroba yang cuma mengecap
sekolah SD dan hanya bicara bahasa Belanda tapi bisa jadi anggota
elit Royal Society karena penemuannya, dll. Kebanyakan manusia
adalah rata-rata, seperti dalam sebaran Gauss, yang paling pintar,
yang tahu tanpa diberitahu hanya sedikit, hanya di sebaran kecil
sebelah kiri. Yang retarded, terbelakang, bodoh juga hanya sedikit,
berada di sebaran kecil sebelah kanan. Sisanya yang membentuk
sebaran utama Gauss adalah manusia rata-rata. Karena itu perlu ada
lembaga/institusi pendidikan dimana hasil kolektif pemikiran,
penelitian dan pengalaman dicoba distandarkan dalam bentuk
pengajaran. Dengan cara ini pendidikan dapat dimaksimalkan. Begitu
pula dengan pendidikan agama, rumah bisa memberikan sejauh yang
tidak diberikan sekolah dan sebaliknya sekolah memberikan sesuatu
yang tidak diajarkan di rumah. Sekolah dan rumah menjadi
komplementer, saling mengisi satu sama lain.
Pendeknya mereka sekolah di Istiqamah dengan segala kelebihan dan,
terutama, kekurangannya. Nisa di SD, Ali di TK. Mereka di situ
sampai tahun 1995, hingga Nisa kelas 2 dan saat Ali baru mulai TK.
Tahun itu kami pergi ke Inggris dimana untuk pertama kalinya mereka
sekolah di Barat, Ali di sekolah persiapan masuk kelas satu, Nisa di
kelas 3. Inilah pertama kalinya anak-anak belajar independensi di
sekolah, di luar rumah, mengapa? Karena di Indonesia, khususnya di
Istiqamah, para ortu tidak sekejap pun meninggalkan anaknya,
menitipkan dan mempercayakannya kepada sekolah. Alih-alih mereka,
khususnya para ibu, bergerombol di dekat kelas dan kalau perlu
mengintip kegiatan anak di dalam kelas. Dan sekolah pun tidak punya
nyali untuk mempersilakan, untuk tidak mengatakan mengusir, mereka
pulang. Di UK dan saya yakin di negeri Barat lainnya, ortu
mengantarkan anak hingga halte bis sekolah atau mengantarkan sendiri
hingga gerbang sekolah, setelah itu terserah anda… eh sekolah.
Terserah para pendidik. Saya kira inilah yang membuat masyarakat
kita sulit independent. Di rumah anak-anak terus tidur bersama ortu,
di sekolah mereka ditunggui, bahkan ketika anak-anak punya acara
berkemah dengan para guru dan rekan-rekan sekolahnya, para ortu
tidak ketinggalan menemani dan ikut camping. What a wonderful world!
Tahun 1996 kami balik lagi ke Indo, dan Nisa serta Ali kembali masuk
Istiqamah. Sebelum mereka lulus SD, tahun 2000 mereka harus menyusul
ayahnya ke Brazil. Sekarang mereka masuk dunia lain, dunia yang
secara terang-terangan mengeluarkan agama dari pelajaran sekolah.
Secara kebetulan, mendukung usaha kami untuk membuat mereka
mandiri/independent, Nisa masuk sekolah yang tidak sama dengan Ali
meski keduanya swasta. Nisa di Mater Dei di kelas 6 dan Ali di
Monteiro Lobato di kelas 3. Orang bilang, Mater Dei lebih liberal
(meski namanya berarti Ibu Tuhan: Maria) sedang Monteiro lebih
konserfatif. Whatever they are keduanya tidak memasukkan pendidikan
agama dalam kurikulumnya. Nah ini dia, tugas dan tantangan yang
lebih berat buat kami para ortu, terutama menyadari betapa liberal
dan hedonistic-nya masyarakat Brazil. Betul ini negeri Katolik
terbesar di dunia yang mestinya sangat relijius. Tak lebih dari
sekadar kata-kata dimulut seperti, "Meu Deus", "Nossa Senhora", "Vai
com Deus", "Se Deus quiser", orang-orang Brazil praktis
sekular. "Agama" bola dan Samba lebih merata dijalankan ketimbang
Katolik. Tentu saja terlepas dari kenyataan bahwa mereka adalah
bangsa yang extremely ramah dan helpful.
Apa yang saya lakukan? Meski kelihatannya seperti Daud (David)
melawan Jalut (Goliath), saya mencoba memberikan pengajaran agama di
rumah: mengaji sehari atau 2 hari sekali dan berdiskusi agama setiap
akhir minggu. Setiap libur yang bertepatan dengan Jumat mereka kami
bawa ke masjid di kota terdekat untuk salat Jumat. Begitu pula pada
saat Idul Fitri dan Idul Adha. Meski saya tidak tahu seberapa jauh
efektifitas Daud melawan Jalut ini, setidaknya ada yang tampak di
luar. Di bulan Ramadan, tanpa kami suruh atau paksa, mereka berpuasa
hampir penuh sebulan. Sebuah praktek yang bahkan orang Brazil pun
tidak habis pikir. Pernah suatu saat mereka bertanya, anda puasa
tapi anda boleh minum `kan? He..he.. What a wonderful world!
Lebih mengkhawatirkan lagi di Brazil ini adalah soal pergaulan,
hubungan antara lelaki dan perempuan. Anak-anak sudah terbiasa
dengan kehidupan yang bukan saja tanpa segregasi tetapi juga berbaur
penuh hampir tanpa batas. Di sekolah-sekolah anak remaja lelaki dan
perempuan berpasangan, berpacaran dan, maaf, berciuman. How are you
going to control this environment? Di rumah Daud berusaha menanamkan
moralitas itu dengan menekankan integritas, kepercayaan dan kesucian
diri. Berulangkali kami tekankan bahwa ortu is helpless dan tidak
tahu apa yang terjadi di sekolah. Namun, kami katakan bahwa kalau
boleh kita rangkum dalam satu kata, Islam itu adalah kepercayaan.
Untuk menjadi Muslim sejati, kalian harus dapat menumbuhkan trust,
kepercayaan, karena inilah satu-satunya bekal yang akan ditanya-Nya
di Hari Kiamat, sebagaimana Quran mengatakan bahwa mulut kita tidak
dapat membela diri karena seluruh anggota tubuh kita akan bersaksi.
Rasul pun pernah merangkumkan ajaran Islam hanya dalam satu kata
ketika ditanya seorang yang bari masuk Islam: Islam itu kejujuran
atau tidak berdusta. Dan hal yang kelihatannya mudah dilakukan itu
ternyata sulit, namun membuatnya terhindar dari fahsya wal munkar
(maksiat dan dosa).
Kami pun menekankan betapa pentingnya memiliki integritas, pribadi
yang teguh, jujur, bisa dipercaya, dapat diandalkan, tidak mudah
terbawa pengaruh buruk, kerja keras dan peduli terhadap orang lain.
Inilah yang coba kami tanamkan tanpa kenal lelah: menumbuhkan
kesadaran, hingga kini. Kesadaran bahwa untuk setiap perbuatan yang
kita lakukan ada perhitungannya (accountability), akan ditanya,
bukan oleh ortu, bukan oleh polisi, tapi oleh Yang Maha Melihat dan
Mengetahui. Usaha yang tidak mudah. Jangankan anak-anak, orang
dewasa pun seringkali sulit menjalani yang satu ini. Sekiranya
mudah, tentulah semua kita sudah menjadi taqwa atau muhsin, orang
yang berihsan, yakni yang memiliki kesadaran bahwa Allah senantiasa
mengawasinya. Karena itu reminder, pengingat, penting untuk terus
diberikan. Jangan pernah bosan mengingatkan mereka dan jangan pula
bosan untuk diingatkan. Inilah constant effort yang menjadi
prioritas utama dalam pendidikan keluarga.
Orang sering dengan mudah mengatakan, "gampang, suruh saja mereka
salat dan puasa, pasti semuanya beres". Well, saya tidak termasuk
yang begitu saja menerima itu tanpa penjelasan. Kalau begitu
mestinya negeri kita ini adalah negeri yang paling makmur karena
kebanyakan orang tidak korupsi, tidak KKN, karena peraturan tegak
dengan dilakukannya salat, puasa dan haji. Kenyataan justru
menunjukkan sebaliknya. Mengapa? Karena orang melakukan semua itu
tanpa kesadaran. Salat dan puasa yang tidak dapat mencegah kekejian
dan kemungkaran. Salat, puasa dan haji sekarang hanya seperti
pakaian buat tubuh kita, hanya pembungkus, hanya baju si Abdi dan
bukan si Abdi yang sebenarnya. Mereka seperti jasad tanpa ruh, tanpa
jiwa, tanpa hati, hanya zombie, dead body yang berjalan ke sana ke
mari tanpa perasaan. Menumbuhkan kesadaran, merawat hati nurani,
menjaga consciousness, awareness, Nabi atau Imam dalam diri kita
agar dengan tegas dapat menunjukkan yang salah itu salah dan yang
benar itu benar (bukan motto-nya koran PR), adalah usaha keras kita
seumur hidup.
Saya keletihan nih, Dra. Nanti kita sambung lagi.
Wassalam,
Abdi
Subscribe to:
Posts (Atom)