Saturday, October 02, 2010

Nur Muhammad (SAAW)

Salaam Mbak Hera dkk,

Akhirnya selesai juga proyek "Nur Muhammad" hari ini. Saya mencoba merangkum ceramah Sayyid Rizvi tentang Nur Muhammad (SAAW) atau haqiqat-e-Muhammadi yang jadi pertanyaan antum di sini.

Berbeda dengan pandangan Sufi Besar dari Michigan itu, Mawlana Syaikh Hisyam Kabbani ar-Rabbani Sufi Master Dunia, apa yang disampaikan Sayyid Rizvi berdasar pada Al-Quran dan ahadits.

Namun sebelum masuk ke dalam tema itu sendiri, kita harus bahas dulu latar belakangnya. So bear with me.

Tubuh dan Ruh


Allah menciptakan tubuh dan ruh. Namun dalam hal tubuh, mula-mula Dia menciptakan Nabi Adam namun kemudian menyerahkan proses penciptaan selanjutnya kepada sistem yang Dia buat, yakni melalui pernikahan atau proses kelahiran (procreation). Namun dalam hal ruh, yang akan membuat tubuh itu hidup, Dia tetap memegang kendali mutlak baik pada waktu memberikan maupun pada waktu mengambilnya kembali.

Dalam QS 17: 65, Allah berfirman: "Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: 'Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit'.

Untuk lebih memahami hubungan tubuh dan ruh ini, mari kita simak percakapan Allah dengan para malaikat pada waktu Dia akan menciptakan manusia (Nabi Adam) di muka bumi.

QS 2: 30 "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".

Ayat di atas menunjukkan bahwa malaikat melihat manusia dari dimensi fisiknya semata dimana tubuh, karena memiliki potensi amarah (anger), ketamakan (greed) dan hasrat (desire), dapat melakukan kerusakan atau pertumpahan darah. Malaikat hanya melihat potensi manusia dari unsur penciptaannya dari tanah semata. Sementara Allah melihat dari unsur ruh yang Dia hembuskan kepadanya. Dan karena Allah memegang kendali mutlak ruh, para wakil atau khalifah-Nya yang Dia kirim sebagai para Nabi dan Rasul dapat dengan mudah dijaga kemurnian mereka dan dijauhkan dari kecenderungan-kecenderungan yang dikhawatirkan para malaikat di atas.

Untuk lebih menegaskan perbedaan peran dan kedudukan ruh dan tubuh lebih lanjut, perhatikan percakapan Allah dengan Iblis dan para malaikat pada saat mereka diperintahkan sujud kepada Adam.

QS 38: 71 (Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah".
QS 38: 72 Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan) Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya".
QS 38: 73 Lalu seluruh malaikat itu bersujud semuanya.
QS 38: 74 kecuali iblis; dia menyombongkan diri dan adalah dia termasuk orang-orang yang kafir.
QS 38: 75 Allah berfirman: "Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?".
QS 38: 76 Iblis berkata: "Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah".


Ayat 72 di atas jelas menunjukkan bahwa Allah memerintahkan para malaikat dan iblis untuk bersujud kepada Nabi Adam setelah Allah meniupkan ruh-Nya kepada tubuh sang Nabi. Dan iblis, karena keangkuhannya, tidak memperhatikan hal itu, seperti disebutkan dalam ayat 76. Dia tak sadar bahwa apapun asal kejadian Adam, Allah telah mengangkatnya pada ketinggian dan kemuliaan karena ruh-Nya. Kesombongan telah membutakan matanya.

Quran Surah Al-Syams menegaskan bahwa Allah dengan ruh-Nya membuat orang mampu mencapai ketinggian dalam ketaqwaan, namun sebaliknya bila dia hanya menuruti potensi badannya (unsur tanah yang terdiri dari faktor amarah, ketamakan dan hawa nafsu) maka dia akan terjerembab ke bawah dan masuk ke jalan kefasikan. Dan Allah memberi selamat kepda mereka yang berusaha mencapai ketinggian dengan menyucikan dirinya dan menyayangkan orang yang mengotori dirinya.

QS 91: 8 - 10 "Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya."

Dengan kenyataan di atas pula, kita tahu bahwa sejauh urusan tubuh dunia kedokteran dapat melakukan penelitian yang paling mendalam dan ilmiah. Namun betapapun canggihnya bidang kesehatan manusia ini, para ahli medis tak sanggup menjelaskan hakikat ruh. Mereka berhenti pada urusan di luar tubuh. Mereka tak mampu menjelaskan apa hubungannya antara badan dan ruh. Mengapa orang yang sama bergerak lima menit yang lalu dan berhenti bergerak untuk selamanya saat ini.

Ruh atau jiwa kita dapat mencapai tingkat ruhani yng tertinggi, seperti yang diungkapkan dalam hadis Qudsi. Allah bersabda, "'Abdi athi'ni, aj'aluka misli." (Hambaku taati Aku, aku akan membuatmu sepeti Aku). Allamah Iqbal dalam syairnya menggambarkan janji Allah kepada kita kurang lebih sbb: Apabila engkau sepenuhnya patuh kepada Muhammad (SAAW) maka engkau akan "seperti" Aku. Dalam tingkatan seperti itu dunia dan seisinya tak ada artinya bagimu, bahkan pena yang dengannya takdir-Ku Aku tuliskan akan menjadi penamu pula.

"Exalt thy ego so high that God Himself will consult thee before determining thy destiny."

Menaati para Nabi dan khususnya Nabi Muhammad SAAW akan membuat kita makin dekat kepada Alla begitu rupa sehingga Allah memberi wewenang lebih kepada kita, bahkan untuk menentukan takdir kita sendiri. Sekarang kita bayangkan bagaimana ketinggian status para Nabi dan Rasul itu sendiri. Mereka bukan tuhan dan kekuatan atau keajaiban yang mereka miliki tidak lepas dari Allah, namun Allah telah membuat mereka memiliki ketinggian ruhani yang luar biasa. Kalau orang seperti kita yang karena ketaatan kepada Rasul dan Allah menyebabkan kita memiliki kemampuan yang "supranatural" apalagi para Nabi dan Rasul itu sendiri. Apalagi Rasulullah, yang menjadi Mahkota para Nabi dan rasul.

Nur Muhammad (Haqiqat-e-Muhammadi)

Dalam Islam, khususnya di kalangan Syiah, Syafii dan para Sufi, kecuali Wahabi, terdapat keyakinan bahwa Nur Muhammad adalah ciptaan Allah yang pertama. Hadis di kalangan Ahlus Sunnah berbunyi sbb: "Kuntu nabiyyan wa Adama baynal mar'i wat thin." Di situ Nabi bersabda, " Aku telah menjadi Nabi ketika Adam sedang dalam bentuk air dan tanah (proses penciptaan)." Rasulullah merujuk pada keadaan beliau ketika masih dalam bentuk Nur Muhammad, esensi atau ruh Muhammad, jauh sebelum beliau disimpan dalam sulbi orangtuanya.

Dalam hadis riwayat Syiah, melalui Anas bin Malik (?), Rasulullah mengatakan bahwa Allah menciptakan beliau, Ali, Fatimah, Hasan dan Husain sebelum Allah menciptakan Adam, ketika tak ada apa-apa sama sekali. Tak ada langit, bumi, bulan, matahari, cahaya, kegelapan, neraka, surga, dsb. Hanya Nur Muhammad saja yang tercipta pada waktu itu. Selanjutnya Dia ciptakan Nur Ali, Nur Fatimah, Nur Hasan dan Nur Husain.

Dalam riwayat lain, Abas bin Abdul Muthalib, paman Nabi menanyakan kepada beliau tentang proses penciptaan sang Rasul. Rasulullah menyebutkan bahwa beliau dan empat tokoh suci lainnya diciptakan dari Nur Allah SWT. Dan karena Nur merekalah seluruh alam semesta tercipta. Hal ini seperti sedekah "keluarga" Nur Muhammad SAAW buat seluruh alam semesta.

Kemudian beliau melanjutkan bahwa dari Nur-Nya Allah menciptakan Nur beliau dan dari Nur Muhammad Allah menciptakan Arsy-Nya ("singgasana" Allah) dan karenanya Nur Muhammad lebih tinggi dan mulia daripada singgasana-Nya.

Lalu dari Nur-Nya Allah menciptakan Nur Ali dan darinya Allah menciptakan para malaikat. Karena itu Nur Ali lebih tinggi dan mulia daripada para malaikat.

Kemudian dari Nur-Nya Allah menciptakan Nur Fatimah dan darinya Allah menciptakan langit dan bumi. Langit dan bumi pada dasarnya tercipta karena sadaqah Fatimah. Karena itu Nur Fatimah lebih tinggi dan mulia daripada langit dan bumi.

Kemudian dari Nur-Nya Allah menciptakan Nur Hasan dan darinya Allah menciptakan (seluruh) matahari dan (seluruh) bulan. Karena itu Nur Hasan lebih tinggi dan mulia daripada matahari dan bulan.

Kemudian dari Nur-Nya Allah menciptakan Nur Husain dan darinya Allah menciptakan jannah (surga) dan hurrul 'ayn (para bidadari). Karena itu Nur Husain lebih tinggi dan mulia daripada jannah dan hurrul 'ayn.

Dari riwayat Abu Dzar al-Ghifari kita mengetahui kelanjutan hadis di atas. Setelah menciptakan kelima Anwar Suci ini Allah selanjutnya menciptakan seluruh ciptaan-Nya yang lain. Setelah itu Allah menempatkan kelima Cahaya Suci ini di sekitar Arsy-Nya dan sejak itulah kelima Anwar itu bertasbih dan memuji Allah dan Keagungan-Nya.

Abdullah bin Mas'ud meriwayatkan bahwa ketika Adam diciptakan beliau kemudian bangkit dan melihat ke arah Arsy Allah. Beliau melihat ada Lima Cahaya di sekitar Arsy-Nya dan bertanya kepada Allah tentang mereka. Allah kemudian menjelaskan bahwa mereka adalah Cahaya dari orang-orang yang Allah cintai dan mereka adalah rujukan untuk syafaat dari orang-orang yang meminta kelak. Allah berfirman bahwa siapa saja yang meminta syafaat melalui mereka Dia akan menerima permohonan mereka dan mengampuni kesalahan mereka. Selanjutnya Allah berfirman, "Lihat pada:

Cahaya yang pertama, Ana al-Mahmud wa hadza Muhammad;
Cahaya yang kedua, Ana al-'Aliy wa hadza 'Aliyyun;
Cahaya yang ketiga, Ana al-Fathir wa hadza Fathimah;
Cahaya yang keempat, Ana al-Muhsin wa hadza Hasan;
Cahaya yang kelima, Ana Dzu al-Ihsan wa hadza Husain."

Aku Yang Mahamulia dan ini (Nur) Muhammad; Aku Yang Mahatinngi dan ini (Nur) Ali; Aku Sang Pencipta dan ini (Nur) Fathimah; Aku Yang Mahabaik dan ini (Nur) Hasan; Aku Mahadermawan dan ini (Nur) Husain.

Seperti halnya pada Kelima Tokoh Suci (Panjatan Pak) di atas, pada setiap manusia Allah juga meniupkan ruh atau cahaya-Nya. Hanya saja derajatnya tidak sama. Perumpamaanya pada cahaya yang dihasilkan oleh lampu sorot (spotlight). Makin dekat kita pada sumbernya makin kuat cahayanya dan makin jauh kita dari situ makin lemah cahayanya. Jadi seakan-akan kita adalah perpanjangan dari cahaya tersebut. Panjatan Pak dekat dengan Sumber Cahaya (baca: Allah) dan kita adalah ujung lain dari sinar tersebut.

Ketika Allah pada akhirnya mengirimkan Lima Anwar tersebut ke dunia (dalam proses kelahiran yang biasa), secara fisik mereka seperti kita tetapi secara ruhani mereka berbeda jauh dari kita. Dengan pengertian seperti inilah hendaknya kita memahami status dan posisi Rasulullah SAAW. Lagi-lagi kita menggunakan perumpamaan untuk dapat lebih memahami lebih baik. Perhatikan mobil. Pabriknya membuat mobil dalam beberapa versi. Ada model "high end" (classy) dan mahal, ada pula model "ordinary" atau mobil biasa. Komponen-komponen utama kedua jenis mobil ini sama, namun ada pula komponen mobil mewah yang tidak terdapat, atau ada tapi dengan kualitas yang lebih rendah, pada mobil biasa. Keduanya mobil, namun kualitas keduanya tidak sama. Kualitas utama inilah yang kita namakan esensi atau nur Muhammad, haqiqat-e-Muhammadi, yang jadi bahasan kita sekarang.

Adakah dalil-dalil tentang Nur Muhammad atau Nur Ali Muhammad (Anwar Panjatan Pak) ini dalam Qur'an?

Kembali kita kepada dialog Allah dengan iblis pada waktu Allah memerintahkannya dan para malaikat bersujud kepada Adam. Perhatikan kembali ayat-ayat Surah Shaad (38) di atas. Apakah memang iblis tidak paham atas esensi kejadian Adam, dengan mengira beliau hanya terbuat dari tanah saja, atau dia memiliki maksud lain? Allah Mahatahu apa yang jadi niatnya seperti yang digambarkan dalam Firman-Nya berikut:

Dalam QS 38: 75 Allah berfirman: "Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri (istikbar, أَسْتَكْبَر) ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi (Al-'Aaliin, الْعَالِينَ)?".

Ayat di atas menunjukkan bahwa pada saat itu telah ada sekelompok "makhluk" yang oleh Allah ditempatkan dalam posisi yang sangat tinggi (Al-'Aaliin, الْعَالِينَ). Siapakah mereka? Mereka tak lain adalah Nur Muhammad wa Ali Muhammad.

Apa perbedaan antara istikbar dan al-'aaliin? 'Aaliin artinya mereka yang berada pada tempat yang tinggi karena memang mereka pantas dalam posisi itu sementara istikbar sebutan untuk yang menginginkan tempat yang tinggi padahal mereka tidak pantas berada dalam status tersebut. Inilah yang menyebabkan Iblis terlempar dari surga dan terkutuk selamanya.

Kembali kepada Nur Muhammad. Meskipun Allah menciptakannya sebagai ciptaan yang pertama namun Allah mengirimkannya sebagai Nabi yang terakhir untuk mengakhiri dan menyempurnakan seluruh misi dan risalah kenabian. Semua Nabi dan Rasul menyiapkan landasan bagi kehadiran agung Sang Nabi Penutup. Seperti kata pepatah Inggris: "Save the best for last."

Jiwa Sang Nabi Penutup ini tidak sama dengan jiwa manusia lainnya. Jiwa dan qalbu atau ruh Sang Nabi begitu kuatnya sehingga mampu menyerap Al-Quran yang bila dibebankan kepada gunung ia akan terbelah dan hancur.

QS 59: 21 "Kalau sekiranya Kami menurunkan Al Qur'an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir."

Gunung yang merupakan bagian bumi yang terkuat tak akan sanggup menerima Al-Qur'an semenatara wahyu yang sama dapat diserap oleh jiwa Nabi kita yang mulia selama lebih dari 22 tahun. Setiap tahun, pada malam Qadr, ayat-ayat Al-Qur'an turun dan beliau menerimanya dengan relatif mudah. Inilah kelebihan dari Nur Muhammad.

Akhirnya, kita akhiri diskusi kita dengan mengutip kembali ayat Al-Qur'an yang menunjukkan tentang Nur Muhammad dan Anwar keempat lainnya.

Dalam QS Al-Anbiya (21) ayat 72, Allah berfirman: "Dan Kami telah memberikan kepadanya (Ibrahim) Ishak dan Yakub, sebagai suatu anugerah (daripada Kami). Dan masing-masing Kami jadikan orang-orang yang saleh."

Jadi Ibrahim AS, Bapak Para Nabi yang juga termasuk Ulul Azmi, dan Keluarganya yang terpilih termasuk ke dalam orang-orang yang Allah sebut salihin.

Lalu mengapa dalam ayat lain, QS Al-Syu'ara (26): 83, Allah melukiskan beliau sebagai berikut? "(Ibrahim berdoa): "Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh (وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ)."

Apakah ada pertentangan dalam Al-Quran? Mengapa sebelumnya Ibrahim dan Keluarganya dimasukkan ke dalam kelompok para salihin sementara dalam ayat sesudahnya beliau bermohon agar dimasukkan ke dalam kelompok para salihin. Sebetulnya sama sekali tidak ada pertentangan. Dalam Surah Al-Anbiya di atas, Ibrahim dan Keturunannya yang terpilih memang dikelompokkan Allah sebagai orang-orang yang salih. Namun dalam Surah Al-Syu'ara di atas, ditunjukkan ada sekelompok orang salihin lain yang Ibrahim ingin bergabung bersama mereka.

Kalau kita perhatikan doa Ibrahim dalam Surah Syu'ara sebelum dan sesudah ayat 83 di atas, konteks doanya adalah keinginan beliau agar Allah mengabulkannya di Akhirat, bukan di dunia ini, yaitu agar Allah "mengampuni kesalahanku di Hari Kiamat" (ayat 82) dan "menjadikan aku termasuk orang-orang mempusakai surga" (ayat 85). Dan pada ayat 83 itu beliau ingin dimasukkan ke dalam "kelompok orang-orang salihin". Orang-orang salihin dalam konteks Hari Akhir ini tidak lain dan tak bukan adalah Panjatan Pak, Lima Orang Suci SAAW. Karena di dunia beliau tak mungkin bertemu dengan mereka, dan beliau tahu Allah telah menciptakan mereka (dalam bentuk Anwar) sebelum beliau lahir, Ibrahim AS berdoa agar dipertemukan dengan mereka di Hari Akhir.

Begitu pula dengan kisah Nabi Nuh yang bersyafaat dengan Yang Lima Orang pada waktu peristiwa banjir besar. Kelima Tokoh tersebut telah ada dalam wujud Nur Muhammad wa Ali Muhammad.

Wassalaam,
Abdi Soeherman


On 19 September 2010 21:32, wrote:



Mas Cece, mas Abdi, mas Endra, mas Laith yth

Mohon tolong dijawab 2 pertanyaan berikut dr teman2ku yg tergabung di group pengajian lain yg ingin aku jawab tapi takut tidak runut/logic! Juga agar aku bisa simpan jawaban nya agar apabila ada pertanyaan spt ini saya dpt menjawabnya dgn baik sesuai ajaran Ahlul Bayt as... Please... Help me... Kang Abdi Suherman I really miss you in our group... Tega nian meninggalkan kami .. Salaam wa rahmah



------------------------
Salut buat Mbak Hera yg masih rajin nulis panjang panjang. Saya tertarik dg statement :

"...Nurnya diciptakan terlebih dahulu mendahului nabi2 lain termasuk Adam as yg mengambil pelajaran dr beliau dlm konteksnya sbg manusia..."

Logika awam saya tidak nyambung, bagaimana management timenya, Nabe Besar Muhammad SAW, sebagai Nabi Penutup Ummat Manusia, diciptakan terlebih dahulu.

Dahulu pernah suatu kali kami mendengarnya dari sumber Risalah Risalah kuno ajaran Syech Siti Jenar dan Sunan Kalijogo. Namun saya tak terlalu tertarik karena tidak masuk aqli saya. Dan setengah bertanya jangan jangan ajaran ini yg menyebabkan Syech Siti Jenar menghadapi masalah dikemudian hari?

Mohon pencerahannya Mbak Hera yang baik, semoga slalu sehat wal afiat.

Salam mbak wati,

Allahumma sholi ala Muhammad wa aali Muhammad... Wa arjil farajahum...

Nur Muhammad telah dicipta oleh Allah aza wa jala sebelum semua nabi dicipta... Kalau gak salah ada ayat (lupa suratnya) yg intinya ...yg berpindah dr yg sujud ke orang yg sujud lainnya... Seperti itulah kira2, yg intinya yg berpindah adalah Nur Muhammad... Mungkin mbak waty bs ksh penjelasan yg lbh akurat... (Maklum mbak udah absen terlalu lama hehehe...), kalo gak salah jg ayatnya menerangkan sikap berdiri wkt sholat... Thx yaa mbak...

Tambahan lg mbak, aku pernah denger ada kalimat: (kira2 bunyinya) "Tidak akan Aku ciptakan dunia ini kalau bukan karena Muhammad saww..." (Bener gak mbak?)

2 comments:

elfan said...

Dengan uraian yang sangat panjang tsb. lalu mau dikemanakan a.l. QS. 15:29 :

"Setelah Aku sempurnakan bentuknya (Adam) dan Aku tiupkan kepadanya (Adam) ruh-Ku, maka hendaklah kamu tunduk merendahkan diri kepadanya (Adam)"

Dari ayat ini dan masih banyak lagi ayat-ayat lain yang terkait dengan posisi Adam As. dapat disimpulkan tidak 'terselip' perkalimat pun riwayat Nur Muhammad.

Muhammad SAW manusia biasa, berbeda proses kelahirannya dengan Nabi Isa As. dan apalagi dengan penciptaan Adam As.

Katakan (hai Muhammad): "Aku tidak mengatakan kepada kamu, bahwa aku (Muhammad) mempunyai perbendaharaan Allah, tidak pula aku mengetahui yang ghaib dan tidak pula aku mengatakan, bahwa 'aku malaikat'; hanyalah aku mengikut apa yang diwahyukan kepadaku". Katakan: 'Samakah orang buta dengan orang yang dapat melihat?' Tidakkah kamu pikirkan? (QS. 6:50)

Abdi Soeherman said...

Terima kasih atas komentar anda. Saya harap anda sudah membaca seluruh "uraian yang sangat panjang tsb." Karena pada bagian terakhir, "Adakah dalil-dalil tentang Nur Muhammad atau Nur Ali Muhammad (Anwar Panjatan Pak) ini dalam Qur'an?", saya membahas tentang ayat Al-Quran tentang "Al-'aaliin" dan "As-Shalihiin", yang merujuk kepada Nur Muhammad dan Anwar Ahlul Baitnya.

Jadi saya tak perlu bingung tentang "mau dikemanakan" ayat yg anda kutip itu karena ayat itu juga saya kutip di awal sebagai pengantar pada pembahasan lengkap tentang Nur Muhammad berikutnya.

Saya pun membahas pula bahwa Rasulullah itu manusia "biasa" seperti kita. Tapi kita tidak seperti Rasulullah yang hakikat ruhaniahnya jauh melampaui kita dan makhluk Allah semua, bahkan meskipun beliau tak dilahirkan secara khusus seperti Nabi Adam AS dan Nabi Isa AS. Kedua Nabi ini bahkan tahu persis ketinggian Rasulullah di atas mereka, tidak seperti sebagian orang yang mengira keistimewaan keduanya dalam kelahiran membuat mereka luar biasa, lebih daripada Rasulullah SAW.

Tentang Surat Al-An'am/6 ayat 50 yang anda kutip pada alinea terakhir itu silakan merujuk kepada tafsir-tafsir baku. Salah satu tafsir itu, Mizan, pada halaman 120-122 edisi bahasa Inggrisnya menjelaskan maksud dari perkataan Rasulullah SAW, yakni tidak seperti yang secara implisit tampak pada pemahaman anda: bahwa Rasulullah tidak memiliki keistimewaan ruhaniah, sepertt "tidak mengetahui hal-hal yang gaib" dll. Ayat tersebut merupakan bantahan Rasulullah terhadap komentar kaum kuffar tentang Rasulullah hanya sebagai manusia biasa yang makan dan minum dan berjalan di pasar. Rasulullah tidak mengklaim bahwa ia seperti Tuhan dan karenanya berbeda dari manusia biasa. Ia menegaskan bahwa ia memang seperti manusia biasa, makan, minum pergi ke pasar, dsb, pendeknya bukan malaikat. Namun tidak berarti ia tak mengetahui hal-hal yang ghaib, sejalan dengan apa yang beliau katakan bahwa "aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku". Kemampuan ruhaniah beliau bukan datang dari dirinya sendiri, tapi dari pemberian Allah, melalui wahyu dari Allah. Menerima wahyu itu sendiri sudah menunjukkan bahwa ia mengetahui yang gaib.