Saturday, December 27, 2008

IMAN DAN ILMU PENGETAHUAN

Salaam,

Sekadar berbagi info, iman berbeda dari pengertian “percaya” yang biasa kita gunakan sehari-hari. Dalam Islam, Iman merupakan ushuluddin: pokok/dasar/fundamental agama; mencakup tiga hal utama yaitu:
- Tauhid (Keesaan Ilahi)
- Nubuah (Kenabian)
- Akhirah (Hari Akhir)

Dalam Islam Sunni, rukun Iman yang enam tercakup dalam ketiga tonggak Iman di atas:
- Iman kepada Allah (tonggak pertama)
- Iman kepada para Malaikat (pertama)
- Iman kepada para Nabi, termasuk dan khususnya Nabi Besar Muhammad Saaw (tonggak kedua)
- Iman kepada Kitab-kitab (Suci) yang diturunkan Allah kepada para Nabi (kedua)
- Iman kepada Hari Kiamat (tonggak ketiga)
- Iman kepada Qadha dan Qadar atau Takdir (pertama)

Dalam Islam Syiah, rukun Iman yang lima juga tercakup dalam ketiga pokok Iman di atas:
- Tauhid atau keesaan Allah, lawan dari syirik (tonggak pertama)
- Keadilan Ilahi, yakni keyakinan bahwa Allah itu Maha Adil (pertama)
- Nubuah (tonggak kedua)
- Imamah, keyakinan bahwa Rasulullah Saaw menunjuk para Imam sesudah wafat Beliau (kedua)
- Ma’ad atau Hari Kebangkitan atau Kiamat (tonggak ketiga)

Untuk Ushuluddin di atas seorang Muslim WAJIB beriman (100%) tanpa harus bertanya atau tanpa perantara. Untuk itu setiap orang akan dimintai pertanggung-jawabannya di Hari Akhir kelak. Dalam hal ini tidak ada kompromi, tidak ada 50%, 75% atau kurang dari 100%. Semua harus 100%. Karena itu saya yakin semua Muslim dalam milis ini memiliki 100% keimanan dalam Ushuluddin atau Rukun Iman.

Kepercayaan atau dalam hal ini keimanan kepada hal-hal yang ghaib di atas, dalam Al Quran Surat Al-Baqarah 2, ayat 3, dijadikan indikasi/pertanda orang yang bertaqwa (muttaqin), yaitu orang yang senantiasa menghadirkan Allah setiap saat, dalam kesehariannya, baik di Masjid atau di luar Masjid. Yang tidak akan melakukan perbuatan-perbuatan tercela karena menyadari Allah selalu melihat perbuatannya.

Keimanan adalah tahap yang lebih tinggi (advanced) dibandingkan keislaman. Untuk menjadi Muslim relatif “mudah”, anda cukup menyatakan “La Ilaha illa ‘llah, Muhammadar ‘Rasulullah”, Tiada tuhan selain Allah dan Muhammad Saaw adalah Rasul Allah. Dalam salah satu ayatnya Al-Quran menunjukkan hal ini:
[QS Al-Hujurat 49:14] Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah (kepada mereka): "Kamu belum beriman, tetapi katakanlah: "Kami telah tunduk (ber-Islam)", karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".

Keimanan itu bertingkat-tingkat sebagaimana ditunjukkan dalam tahapan berikut ini:
1. ‘ilmul yaqin (percaya/iman berdasarkan ilmu/pengetahuan)
2. ‘Aynul yaqin (percaya/iman berdasarkan penglihatan: seeing is believing)
3. ‘Haqqul yaqin (percaya/iman yang sejati)

Contoh sederhana: ada orang berkata bahwa rumah di seberang kali terbakar. Orang yang mendengarnya sebagian percaya (ilmul yaqin). Beberapa orang kemudian mendatanginya dan melihat sendiri bahwa rumah itu benar-benar terbakar (aynul yaqin). Pemilik rumah itu sempat terbakar dan merasakan panasnya api (haqqul yaqin). Namun seperti saya katakan di atas iman atau yaqin hanya relevant dengan ushuluddin. Jadi contoh yang tepat adalah tentang keberadaan Allah. Seorang seperti kebanyakan diantara kita beriman kepadanya karena informasi yang diberikan oleh agama, buku-buku, para ustad, dsb. (ilmul yaqin). Para ilmuwan, astronom atau dokter lebih yaqin lagi atas keberadaan Allah karena mereka melihat sendiri bagaimana embrio berkembang seperti dijelaskan dalam Quran, bagaimana bintang dan galaksi dan alam semesta berkembang atau seperti Maurice Bucaille yang membuktikan sendiri bahwa mumi yang ditelitinya adalah Firaun yang tenggelam setelah Nabi Musa berhasil menyeberang berdasarkan ayat Al-Quran (aynul yaqin). Sementara Rasulullah selalu bersama Jibril atau pernah berada di Sidratul Muntaha dalam Mi’rajnya (haqqul yaqin).

Karena itu haqqul yaqin biasanya dimiliki oleh para Rasul dan para Imam saja. Sayyidina Ali pernah berkata, “Sekiranya pintu surga atau neraka diperlihatkan kepadaku imanku tak akan bertambah lagi”. Ini menunjukkan bahwa beliau sudah berada dalam posisi keimanan tertinggi. Sementara Khalifah Kedua Umar berkata saat mencium Hajar Aswad, “Sekiranya aku tidak melihat Rasul menciumnya aku tidak akan melakukannya” (aynul yaqin).

Sekarang mengenai Rasulullah melakukan bekam apakah merupakan bagian dari keimanan yang meyakininya harus tanpa reserve, tanpa tedeng aling-aling, tanpa harus bertanya atau meneliti lebih lanjut?

Mula-mula, kepercayaan kepada Rasulullah Saaw adalah bagian dari Iman (tonggak kedua) dan mengikuti seluruh perkataan dan tingkah lakunya (sunnah) adalah konsekuensi dari keimanan itu dan karenanya menjadi kewajiban bagi seluruh Muslim.

Namun demikian, berbeda dengan Al-Quran secara umum hadis (tradisi yang dikaitkan dengan perkataan dan perbuatan Nabi Saaw) mengandung kebenaran yang tidak mutlaq (absolute) atau 100% otentik, tetapi muqayyad, atau relative. Hadis harus melalui proses studi kritis yang menyeluruh dan mendalam yang dengan itu diperoleh beberapa kualifikasi. Tingkatan kebenaran hadis yang paling tinggi disebut sahih. Di bawah sahih adalah hasan, sementara hadis yang ditolak disebut maudhu (palsu). Namun demikian bahkan hadis sahih pun tidak sama dengan kebenaran mutlaq Al-Quran, tetapi hanya mendekati. Betapapun mendalam dan menyeluruhnya kajian hadis kebenaran yang dapat dicapainya hanya relative sesuai dengan sifat manusia, sementara kebenaran Allah absolute, sebagaimana Allah bersabda “Al-haqqu mir Rabbika fala takunanna minal mumtarin” ([QS 2:147] Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu). Ada beberapa hadis dalam Sahih Bukhari yang kebenarannya bahkan dapat dipertanyakan. Saya dapat memberi contoh di lain waktu.

Selanjutnya, mengenai bekam yang dilakukan Rasulullah ada dua hal yang harus kita lakukan. Pertama membuktikan bahwa hadis tentang Rasul berbekam itu sahih. Kedua, mencari, menemukan, mengkaji, menganalisa dan membuktikan bahwa metoda bekam, yang sekarang popular di Indonesia sebagai metoda alternative, BENAR-BENAR 100% sama dengan yang dilakukan Rasulullah.

Untuk yang pertama kawan-kawan dalam forum ini mungkin dapat menunjukkan kepada saya bahwa hadis tentang Rasul berbekam itu sahih atau ada dalam Kitab Sahih Bukhari atau Muslim. Saya sendiri pernah menemukannya, kalau tidak salah ingat, dalam Riadus Shalihin. Namun saya lupa apakah hadis itu mutafaq alaih atau sahih atau berasal dari Sahihain (Dua Kitab Sahih: Bukhari dan Muslim).

Untuk yang kedua, sekiranya premis pertama di atas benar, adalah penting bagi Muslim, dan ini tantangan buat para ilmuwan Muslim kiwari (contemporary), untuk membuktikan otentisitas metoda ini dalam hubungannya dengan apa yang dilakukan Nabi. Untuk itu kita tidak boleh HANYA percaya. Kita harus melakukan pengujian, penelitian dan analisa sebagaimana yang dilakukan para ilmuwan Muslim jaman dahulu seperti Ibnu Sina, Al-khawarizmi, Al-Biruni, Ibnu Rusyd, dll. Inilah yang membuat ilmu pengetahuan berkembang dalam dunia Islam. Sekiranya kita dan para ilmuwan itu tidak melakukan penelitian dan pengujian pastilah agama kita tidak berbeda dengan yang lain yang mempercayai bahwa bumi itu datar dan yang menentang seperti Galileo harus dihukum.

Al-Quran mengatakan “Fas’alu ahlaz Zikri, inkuntum la ta’lamun” ([QS 21:7 dan 16:43] …; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui). Ini menunjukkan bahwa dalam Islam bertanya dan mencari pengetahuan sangatlah dianjurkan. Bertanya adalah jembatan menuju pengetahuan.

Kesimpulan: untuk ilmu pengetahuan kita mesti bertanya, mempertanyakan dan menguji hingga memperoleh kebenaran. Islam melarang kita mempercayai sesuatu secara membuta. Islam memerintahkan kita untuk mengetahui dan mendalami pengetahuan lebih jauh. Quran berkata “Iqra”, bacalah! Dan Rasul menyuruh kita mencari ilmu sejak buaian hingga liang lahat atau hingga ke negeri Cina.

Untuk Ayi dan kawan-kawan, terus lakukan pengkajian dan pengujian dan tidak perlu khawatir bertanya atau mempertanyakan karena hal itu tidak akan mengurangi keimanan. Insya Allah usaha anda semua memperoleh ganjaran berlipat dari Allah SWT apalagi bila akhirnya dapat diterapkan dan memang mendatangkan manfaat.

Wallahu a’lam.

1 comment:

Anonymous said...
This comment has been removed by a blog administrator.